Selasa, Januari 29, 2008

KINGDOM OF HEAVEN – Sebuah Analisa Bagi Guru Sekolah Minggu - bag 3

Pelajaran

  1. Ketika hendak belajar dari film seperti Kingdom of Heaven ini, kita dapat berpegang pada 1 Tesalonika 5:21-22, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan." Marilah kita menguji film ini, mengambil hal-hal yang baik untuk mengembangkan diri dan pelayanan kita, menyadari hal-hal yang tidak baik sehingga kita dapat menghindarinya.
  2. Salah satu masalah dengan film ini adalah mencampurkan fakta dengan fiksi, sehingga isinya tidak sepenuhnya sesuai dengan sejarah. Tokoh-tokoh seperti Baldwin V dan Baldwin of Ibelin tidak ditampilkan, tokoh Sibylla digambarkan sebagai pro perdamaian dan kekasih Balian tidak sesuai dengan fakta sejarah, adalah beberapa contoh. Ketidakselarasan dengan fakta menjadikan film ini sekedar sebuah tontonan yang bagus tetapi fiktif, bahkan condong menimbulkan kesan yang keliru (misleading) karena ditawarkan sebagai sebuah film sejarah padahal isinya tidak sesuai dengan sejarah. Disini kita dapat melihat pertentangan antara pengolahan dan penyampaian sebuah cerita dengan integritas isi cerita. Pembuat film Kingdom of Heaven mengambil sepenggal catatan sejarah kemudian mengolahnya menjadi sebuah tayangan film yang dinilai menguntungkan untuk dipasarkan, baik secara visual, audio, maupun dalam detil dan pesan yang ditonjolkan. Sayangnya dalam proses ini dikorbankan nilai-nilai sejarahnya. Kita sebagai guru sekolah minggu juga menghadapi situasi yang serupa, kita juga mempunyai kebenaran Firman Tuhan sebagai bahan dasar yang harus diolah dan disampaikan kepada anak-anak secara menarik. Pertanyaannya, bagaimana kita mengolah bahan itu, apakah sampai mengkompromikan detil-detil kebenaran itu sendiri demi menghasilkan sebuah cerita yang menarik?
  3. Bagian sejarah yang menjadi latar belakang film ini adalah bagian yang cukup rumit. Walaupun inti cerita adalah sesederhana kejatuhan Yerusalem ke tangan Saladin, tetapi ada banyak tokoh yang terlibat, hubungan dan interaksi antar tokoh cukup rumit, terdapat pula nuansa-nuansa religi, politik dan ekonomi, dan seterusnya. Tidak ada seorang pun yang mampu menyajikan seluruh detil dan dinamika sepenggal sejarah ini dalam sebuah film berdurasi 1,5 sampai 2 jam. Mengolah bahan yang sedemikian rumit menjadi tayangan yang dapat dicerna merupakan tantangan bagi pembuat film ini. Demikian juga tantangan bagi kita guru sekolah minggu; kebenaran Firman Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab juga memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, tetapi kita bertanggung jawab untuk mengolahnya menjadi pelajaran yang mudah dicerna anak-anak.
  4. Salah satu cara yang dipakai oleh pembuat film Kingdom of Heaven untuk "menyederhanakan" sejarah yang rumit ini adalah dengan menekankan tema-tema tertentu, dan mengembangkan cerita film itu di sekitar tema-tema utama itu. Satu contoh adalah tema hidup toleransi dan berdamai antar umat beragama, dalam hal ini Kristen dan Islam. Pertentangan antara pro dan kon perdamaian sangat kental dalam film ini, dan di akhir film tidak mudah mengelak pesan bahwa perdamaian adalah sesuatu yang layak diperjuangkan. Tema lain tampak dari bagaimana film ini mengolah makna dari frase kingdom of heaven (kerajaan surga). Istilah ini memang diperuntukkan bagi Yerusalem, yang bagi orang Kristen mempunyai nilai religi yang kuat (hubungan dengan surga) karena di kota inilah Kristus disalib (film ini juga menggambarkan Balian mengunjungi tempat Kristus disalib untuk mencari pengampunan dan perdamaian pribadi). Tetapi tampaknya Godfrey dan Balian kemudian mengertinya sebagai kingdom of conscience (kerajaan hati nurani), dengan demikian mengubah makna religi menjadi makna humanis. Ditambah dengan pernyataan Balian, setelah ia kembali dari tempat penyaliban Kristus dan tampaknya belum mendapatkan kedamaian yang ia cari, ia mengatakan bahwa ia tidak mendengar suara Tuhan dan sudah kehilangan imannya. Dengan demikian tampaknya judul film Kingdom of Heaven mengusung makna ganda, pertama mengacu pada Yerusalem dan peristiwa sejarah yang dicakup dalam film ini, kedua mengacu pada sepak terjang Balian (termasuk mempertahankan Yerusalem) sebagai panggilan hati nurani. Bagi Balian kingdom of heaven tidak lagi bernilai rohani melainkan bernilai manusiawi, dan melalui penekanan seperti ini penonton Kingdom of Heaven diajak untuk menilai hati nurani sebagai alternatif surga, nilai humaniah sebagai ganti nilai rohaniah. Apa pun tema-tema yang ditekankan dalam film ini dan apakah kita setuju atau tidak setuju, yang kita sebagai guru sekolah minggu dapat teladani adalah cara menyederhanakan bahan yang rumit, yang mengandung banyak unsur yang dapat dikembangkan, yaitu dengan memilih hanya 1 atau beberapa unsur untuk dikedepankan, dan tidak sekaligus mengemukakan semua unsur yang ada. Bayangkan jikalau pembuat film ini mengembangkan semua detil yang ada dalam penggalan sejarah ini, maka film ini akan menjadi terlalu rumit dan panjang untuk dicerna dan dinikmati penonton. Demikian juga jikalau kita mengajarkan seluruh detil kebenaran dari bahan yang kita miliki dalam 1 pelajaran, anak-anak tidak akan mampu mengerti dan menangkap inti pelajaran itu. Guru sekolah minggu harus mampu menyaring bahan yang rumit menjadi beberapa inti penting, dan mengembangkan bahan itu seputar inti-inti penting tersebut.
  5. Film Kingdom of Heaven menjadi film kolosal yang berkesan karena pengolahan dan persiapan yang serius dan matang oleh para pembuat filmnya. Bagian kostum merancang baju-baju perang persis seperti yang memang dipakai waktu itu, lengkap dengan baju rantai besi, logo salib, dan sebagainya. Senjata-senjata seperti pedang dan tombak dibuat sesuai spesifikasi waktu itu. Semua ini disiapkan untuk jumlah pemain tentara yang sedemikian banyak, termasuk tambahan dari orang dan tentara Moroco yang ikut dilibatkan dalam film ini agar membuat gambaran pasukan yang banyak. Dibangun juga bagian tembok Yerusalem dan kastil sebagai tempat pengambilan gambar. Diadakan riset tentang teknik peperangan yang dilakukan pada masa itu, dan dibuat alat-alat yang sama untuk dipakai dalam pengambilan gambar, sehingga dalam adegan-adegan pertempuran di Yerusalem kita melihat tugu-tugu penyerangan yang dipakai pasukan Saladin ketika menyerang dan menjebol tembok Yerusalem serta panah-panah api yang berhamburan. Sutradara film ini, Ridley Scott, membuat sketsa adegan demi adegan sebagai penuntun sudut pengambilan gambar, sehingga setiap orang yang terlibat dalam pembuatan film ini dapat dengan jelas mengerti gambar seperti apa yang diinginkan oleh sutradara. Pendek kata, tim pembuat film ini mengerahkan seluruh kemampuan dan sumber daya untuk mengolah dan mempersiapkan film ini menjadi sebuah tontonan yang berkesan dan menarik bagi para penonton. Langkah dan komitmen seperti ini perlu diteladani oleh kita guru sekolah minggu, yang juga dipanggil untuk mengolah dan mempersiapkan bahan menjadi pelajaran yang berkesan dan menarik bagi anak-anak. Seberapa jauh kita rela mendalami bahan yang ada di tangan kita? Seberapa jauh kita rela menyelidiki berbagai unsur dari bahan itu yang dapat dikembangkan untuk menguatkan cerita kita? Seberapa besar sumber daya yang kita rela sumbangkan untuk mempersiapkan pelajaran kita? Seberapa luas kreatifitas yang kita rela kembangkan untuk pelajaran kita? Seberapa besar komitmen kita untuk menyajikan yang terbaik bagi anak-anak di kelas kita?

Catatan: Artikel ini menyambung artikel "Belajar Dari Film" yang sudah di-posting sebelumnya. Bahan ini dibahas di antara guru-guru sekolah minggu kelas besar di GKI Pinangsia.

KINGDOM OF HEAVEN – Sebuah Analisa Bagi Guru Sekolah Minggu - bag 2

Observasi dan perbandingan dengan sejarah

  1. Raja Yerusalem yang di-film-kan adalah Baldwin IV, yang memerintah Yerusalem antara 1174-1185. Ia memang seorang kusta, mempunyai adik perempuan bernama Sibylla, yang menikah dengan Guy of Lusignan. Dalam masa pemerintahannya ada perdamaian antara kekuatan Kristen dan Islam di Yerusalem, tetapi Guy tidak sejalan dengan perdamaian ini, dan Sibylla (berbeda dari yang di-film-kan) mendukung Guy. Menjelang akhir hidupnya Baldwin IV dan Guy berselisih, sehingga walaupun Guy seharusnya dapat menggantikan Baldwin IV menjadi raja, Baldwin IV menunjuk Baldwin V (waktu itu masih berusia 5 tahun), yang adalah anak Sibylla dari pernikahan sebelumnya, untuk menggantikannya. Setelah Baldwin IV meninggal (1185), Baldwin V menggantikannya, tetapi hanya bertahan 1 tahun karena ia pun meninggal di tahun 1186. Setelah itu Sibylla diangkat menjadi ratu, dan melaluinya Guy suaminya menjadi raja. Film ini tidak menceritakan Baldwin V, melainkan menggambarkan Baldwin IV langsung digantikan oleh Sibylla dan Guy.
  2. Guy dan Raynald memang menentang kekuatan Islam dan perdamaian dengan mereka. Keduanya adalah orang-orang yang datang dari Eropa ke Yerusalem demi mencari keuntungan, tanpa mempedulikan situasi politik yang ada waktu itu. Tokoh Tiberias memang faktual, tetapi aslinya bernama Raymond III yang adalah keponakan Baldwin IV, seorang petinggi Kerajaan Yerusalem dan penasehat Baldwin IV (dan kemudian Baldwin V), dan ia memang mendukung perdamaian dengan Islam. Kedua pihak ini, Raymond III vs Guy/Raynald, mewujudkan pertentangan antara pro dan kontra perdamaian antara kekuatan Kristen dan Islam di Yerusalem waktu itu.
  3. Balian adalah tokoh faktual, tetapi tidak sebagaimana yang di-film-kan. Sejarah mengenalnya sebagai Balian of Ibelin, seorang ksatria dan pembesar di Yerusalem di abad 12 (hidup sekitar 1134-1193), tetapi tidak menyebut bahwa ia adalah seorang tukang besi dari Perancis. Ayahnya bernama Barisan (bukan Godfrey) dan adalah pendiri klan Ibelin. Klan Ibelin sudah lama menetap di Yerusalem, dan termasuk penduduk lama dibanding dengan banyak pendatang baru di masa itu (misalnya Guy dan Raynald). Mereka mendukung Raymond III (pro perdamaian) dan menentang Guy (yang kon perdamaian), mendukung pengangkatan Baldwin V, dan akhirnya Balian terpaksa mendukung Guy ketika Baldwin V meninggal, dan menjadi penasehat Guy (kakak Balian tidak mendukung Guy). Balian dan Sibylla memang bersatu untuk mempertahankan Yerusalem, tetapi sejarah tidak mencatat bahwa mereka membina hubungan asmara. Bahkan Balian menikah dengan ibu tiri dari Sibylla, yaitu Maria Comnena. Sibylla sendiri sebelumnya pernah jatuh cinta pada kakak Balian, yaitu Baldwin of Ibelin (tokoh ini tidak ada dalam film ini), sehingga Balian yang di-film-kan memadu asmara dengan Sibylla sebenarnya adalah tokoh paduan antara Balian dengan kakaknya Baldwin. Balian bukan berasal dari Perancis, walaupun Raja Richard memang pernah mengunjungi Balian di Perancis, sebagaimana ditayangkan di akhir film. Balian juga tidak kembali ke Perancis bersama Sibylla, melainkan mengungsi ke Tripoli setelah kejatuhan Yerusalem. Dalam film ini Balian digambarkan sebagai seorang muda, tetapi Balian dalam sejarah mungkin lebih cocok usianya seperti tokoh Godfrey dalam film ini untuk masa sejarah yang di-film-kan.
  4. Saladin (1137-1193) adalah pemimpin kekuatan Islam di masa Perang Salib, ia berhasil mempersatukan seluruh kekuatan Islam waktu itu. Pada mulanya ia memfokuskan eksploitasi militernya ke Mesir dan Siria, tetapi karena berbagai provokasi yang dilakukan oleh Raynald dengan terus menyerang kaum pedagang dan peziarah Islam, bahkan menangkap adik Saladin dan mengancam kota Mekah dan Medina, akhirnya Saladin menanggapi dengan retiliasi militer. Film ini menyorot Pertempuran Hattin (1187) dimana kekuatan Saladin menghancurkan kekuatan ksatria Kristen serta menjatuhkan Yerusalem. Selanjutnya Saladin masih terus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan Kristen dalam Perang Salib ke-3, khususnya melawan Raja Richard I dari Inggris, sampai akhirnya ia meninggal. Saladin dikenal dalam sejarah Islam maupun Kristen sebagai seorang pemimpin militer yang cerdik namun memiliki jiwa pengampun, bahkan walaupun bermusuhan ia mempunyai hubungan yang dekat dan saling menghormati dengan pemimpin-pemimpin Kristen, khususnya dengan Raja Richard.
  5. Konflik antara Yerusalem dan Saladin, sebagaimana di-film-kan, dipicu oleh tindakan Raynald (yang didukung oleh Guy) yang mengganggu rombongan pedagang dan peziarah Islam, serta menangkap adik Saladin. Tetapi peperangan yang terjadi jauh lebih rumit. Peperangan dimana kekuatan Yerusalem dibawah pimpinan Guy/Raynald jatuh ke tangan Saladin dikenal dalam sejarah sebagai Pertempuran Hattin (4 Juli 1187). Adalah fakta bahwa Guy dan Raynald ditawan oleh Saladin, dan Raynald dibunuh karena ia menerima air minum yang sebenarnya ditawarkan Saladin kepada Guy. Balian sendiri ada dalam pertempuran itu, tetapi berhasil melarikan diri ke Tirus, dan akhirnya kembali ke Yerusalem. Dengan semua pemimpin dan ksatria sudah dikalahkan di luar Yerusalem, Balian menemukan hanya rakyat yang ada, sehingga untuk menaikkan moral dan mempertahankan Yerusalem ia menjadikan semuanya ksatria. Ketika Saladin akhirnya mencapai Yerusalem dan mengepungnya (September 1187), dan kemudian menghancurkan sebagian temboknya, Balian bertemu dengan Saladin dan mengancam akan membunuh semua pasukan Islam yang memasuki Yerusalem dan menghancurluluhkan Yerusalem, sehingga terjadilah negosiasi untuk menentukan jumlah tebusan untuk membebaskan rakyat Yerusalem. Setelah beberapa kali negosiasi, akhirnya Balian menyerahkan Yerusalem pada Saladin pada tanggal 2 Oktober 1187, dan semua rakyat yang telah ditebus diizinkan untuk meninggalkan kota, sedangkan yang tidak ditebus dijual dalam perbudakan. Balian sendiri mengungsi ke Tripoli, tidak ke Perancis seperti yang di-film-kan.
  6. Latar belakang film ini adalah Perang Salib. Perang Salib merupakan serentetan gerakan militer kerajaan-kerajaan dari Eropa (ada 9 sampai 12 gerakan) yang terjadi antara abad 11 sampai 13, kebanyakan berhubungan dengan merebut kembali Tanah Suci dari tangan orang Islam, tetapi beberapa juga memerangi kerajaan Eropa lainnya. Sebelum masa ini, di belahan dunia Barat terjadi banyak peperangan untuk mengKristenisasi berbagai daerah, dan untuk itu muncul kelas ksatria yang bertugas melakukan peperangan. Setelah kemudian tercapai stabilisasi dan ketenangan, para ksatria ini tidak lagi dapat menemukan peperangan dalam mana mereka dapat melampiaskan jiwa perang mereka. Sementara itu belahan dunia Timur dikuasai oleh kekuatan Islam, termasuk di Tanah Suci, walaupun orang Kristen tetap diizinkan untuk melakukan perjalanan ziarah. Sampai di tahun 1009 kekuatan Islam menghancurkan sebuah gereja utama di Yerusalem. Walaupun akhirnya kekuatan Islam mengizinkan Kerajaan Byzantium (Kristen Timur) untuk mendirikan gereja itu kembali, tetapi rumor-rumor negatif telah mencapai dunia Barat mengenai kekejaman orang Islam terhadap para peziarah Kristen. Kerajaan Byzantium sendiri merasakan ancaman invasi dari kekuatan Islam, sehingga meminta bantuan dari Paus Urban II untuk membantu mempertahankan kerajaannya dan kekuatan Kristen di dunia Timur. Pada tahun 1095, Paus menghimbau kekuatan Kristen Barat untuk mempertahankan Kerajaan Byzantium, dan lebih dari itu, untuk merebut kembali Yerusalem. Panggilan Paus ini menjadi pemicu rentetan Perang Salib. Film ini mencakup masa di akhir Perang Salib ke-2, ketika Yerusalem jatuh ke tangan kekuatan Islam dibawah pimpinan Saladin.
  7. Film ini condong menggambarkan Saladin sebagai orang baik dan ksatria-ksatria Kristen sebagai orang jahat. Tetapi fakta sejarah yang dicoba disorot dalam film ini sebenarnya lebih rumit dari sekedar pertentangan orang jahat dan orang baik. Film ini, selain menuai pujian, juga menuai kritik, khususnya dari kaum akademisi, yang melihat bahwa walaupun film ini mengandung beberapa fakta sejarah (seperti kejahatan Guy dan Raynald, kejatuhan Yerusalem dalam Perang Hattin, dll), tetapi nuansa yang diberikan terlalu sederhana dan tidak lengkap. Misalnya tokoh Saladin yang mendapat gambaran cukup tinggi sebenarnya tidak begitu dikenal dalam sejarah Islam sendiri sampai pada abad 19, dan gambaran negatif dari para ksatria Kristen didasarkan atas buku The Talisman karangan Sir Walter Scott (1825) yang sekarang sudah ditolak oleh para akademisi.

Bersambung ke bagian 3

KINGDOM OF HEAVEN - Sebuah Analisa Bagi Guru Sekolah Minggu – bag 1

Observasi dari film

  1. Tokoh:

    1. Balian: Seorang tukang besi, yang kemudian menjadi ksatria dan berperang mempertahankan Yerusalem.
    2. Godfrey: Ayah dari Balian, seorang ksatria yang mengabdi pada Raja Yerusalem.
    3. Raja Yerusalem: Sakit kusta, mempertahankan perdamaian dengan Saladin.
    4. Guy of Lusignan: Adik ipar Raja Yerusalem, kemudian menjadi raja menggantikan Raja Yerusalem, bersama dengan Raynald memusuhi perdamaian dengan Saladin.
    5. Sibylla: Adik dari Raja Yerusalem, istri dari Guy.
    6. Raynald de Chatillon: Teman Guy, pengganggu kaum pedagang dan peziarah Islam.
    7. Saladin: Pemimpin pasukan Islam
    8. Tiberias: Panglima pasukan Yerusalem.
  2. Lokasi:

    1. Perancis: Tempat asal Balian, dan tempat kembalinya Balian setelah peperangan di Yerusalem.
    2. Yerusalem: Tempat ini yang disebut "Kingdom of Heaven" (Kerajaan Surga), kota yang diperebutkan antara kekuatan Kristen dan kekuatan Islam.
  3. Waktu:

    1. 1184 (sampai 1187).
  4. Ringkasan:

    Balian adalah seorang tukang besi di Perancis, yang baru saja mengubur istrinya (yang mati bunuh diri). Serombongan ksatria singgah, salah seorangnya adalah Godfrey yang ternyata adalah ayahnya. Godfrey meminta maaf pada Balian karena telah menelantarkannya, dan mengajak Balian pergi bersamanya ke Yerusalem, yang dikatakan adalah tempat orang mencari dan mendapatkan pengampunan. Balian semula menolak, tetapi kemudian ia membunuh temannya dan bengkel besinya terbakar, akhirnya ia menyusul Godfrey untuk pergi bersama ke Yerusalem mencari pengampunan atas pembunuhan yang ia lakukan dan bunuh diri yang dilakukan istrinya. Sebelum sampai di Yerusalem, Godfrey sakit dan meninggal, tetapi sebelumnya ia berpesan pada Balian agar setia mengabdi pada Raja Yerusalem dan mempertahankan perdamaian dengan Saladin, kemudian menjadikan Balian seorang ksatria. Balian juga merasakan adanya pertentangan antara kelompok yang pro dan anti perdamaian. Kemudian Balian berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem ia diterima oleh ksatria-ksatria lain teman dari ayahnya, Tiberias, Raja Yerusalem, bermusuhan dengan Guy dan Raynald, dan terlibat asmara dengan Sibylla. Ketika Raja Yerusalem hampir meninggal, ia memberikan kesempatan pada Balian untuk menggantikannya, asalkan ia mau menikahi Sibylla. Tetapi Balian menolak, sehingga akhirnya Sibylla menggantikan kakaknya dan mengangkat Guy suaminya menjadi raja. Dengan kuasanya sebagai Raja Yerusalem, Guy dan Raynald memprovokasi Saladin, sehingga pecah perang. Pasukan Yerusalem dihabisi oleh Saladin, Guy dan Raynald ditangkap, dan Raynald dibunuh. Saladin kemudian mengepung Yerusalem, dan terjadilah pertempuran antara rakyat Yerusalem dibawah pimpinan Balian dengan pasukan Saladin. Akhirnya Balian dan Saladin bersepakat, Balian menyerahkan kota Yerusalem sedangkan rakyat Yerusalem diizinkan mengungsi dengan aman. Setelah itu Balian kembali ke Perancis bersama Sibylla.

Bersambung ke bag 2

ALKITAB – bag 2

Kita sudah melihat bahwa seluruh Alkitab telah diturunkan kepada kita dengan tepat. Di dalam 2 bagian yang akan datang, kita akan melihat apakah Alkitab memuat Firman Allah atau hanya buah pikiran manusia.

Penemuan-penemuan Arkeologi Mendukung Alkitab

Penemuan-penemuan arkeologi membuktikan bahwa catatan sejarah di dalam Alkitab adalah benar dan tepat. Banyak dari peristiwa dan tokoh yang disinggung oleh Alkitab, bahkan sampai hal-hal yang ada pada sekitar 1500 BC (misalnya, Abraham, Ishak, Yakub, dll), telah dinyatakan sebagai fakta oleh ilmu arkeologi. Berikut ini adalah beberapa contoh:

  1. Bekas tempat-tempat kuno yang disinggung di dalam Alkitab ditemukan. Misalnya, Kerajaan Babel, Sikhem, Hebron, Sodom, Gomora, dll.
  2. Di dalam naskah-naskah kuno tertulis nama-nama seperti Abram, Terah, Nahor, Laban, dll.
  3. Naskah-naskah kuno juga mencatat adat istiadat kuno seperti yang tercatat di dalam Alkitab, misalnya hak istimewa bagi putra sulung, adat pernikahan, dll.
  4. Nama raja-raja di sekitar Israel, yang disinggung di dalam Alkitab, ditemukan di dalam tulisan-tulisan kuno.
  5. Satu demi satu kota-kota yang disinggung di dalam buku Kisah Para Rasul ditemukan.
  6. Tempat-tempat seperti kuburan Tuhan Yesus, kolam Betesda, dll juga telah ditemukan.
  7. Dan, masih banyak lagi penemuan-penemuan lainnya.

Semua penemuan arkeologi ini membuktikan bahwa Alkitab mencatat peristiwa yang benar-benar terjadi. Kesimpulannya, Alkitab tidak berisikan dongeng, melainkan fakta.

Alkitab Diilhamkan Oleh Allah

Kenyataan bahwa Alkitab mencatat fakta sejarah tidak berarti bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Pengilhaman Alkitab oleh Allah dibuktikan oleh nubuat-nubuat yang tercatat di dalam buku ini dan penggenapan mereka.

Alkitab mencatat banyak sekali nubuat atas kerajaan-kerajaan, tokoh-tokoh, dll. Salah satu kelompok nubuat yang akan kita lihat sekarang adalah nubuat PL mengenai Juruselamat dunia. Perjanjian Lama mencatat 61 nubuat pokok tentang sang Mesias. Semuanya ini tergenapi di dalam diri 1 orang, yaitu Yesus dari Nazaret. Berikut ini adalah beberapa contoh:

  1. Dilahirkan di suatu tempat yang tertentu, yaitu kota Betlehem (Mikha 5:1; Mat. 2:1).
  2. Dilahirkan oleh seorang dara (Yesaya 7:14; Mat. 1:18,24,25).
  3. Dikhianati oleh seorang teman, yang makan roti bersama dengan Dia (Maz.41:10; Mat. 26:21,23).
  4. Dibeli dengan 30 keping perak (Zak. 11:12; Mat. 26:15).
  5. Uang pengkhianatan dibuang ke dalam Bait Allah (Zak. 11:13b; Mat. 27:5).
  6. Tangan dan kaki ditusuk (Maz. 22:17; Luk. 23:33).
  7. Orang-orang menggelengkan kepala ketika Ia disalibkan (Maz. 109:25; Mat. 27:39).
  8. Orang-orang menonton ketika Ia tergantung di salib (Maz. 22:18; Luk. 23:35).
  9. PakaianNya dibagi-bagi dan diundi (Maz. 22:19; Yoh. 19:23,24).
  10. LambungNya ditikam (Zak. 12:10; Yoh. 19:34).
  11. Kegelapan selama penyaliban (Amos 8:9; Mat. 27:45).
  12. Dikuburkan di kuburan seorang kaya (Yes. 53:9; Mat. 27:57-60)

Nubuat-nubuat ini tidak mungkin tergenapi secara kebetulan, mengingat bahwa PL ditulis selama 1000 tahun, oleh banyak pengarang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Lebih lagi, Yesus sebagai manusia tidak berkuasa untuk sengaja menggenapi banyak dari nubuat-nubuat ini, misalnya tempat lahir, cara Ia dikhianati, dll. Di dalam artikelnya dalam majalah Science Speaks, seorang bernama Peter Stoner menghitung bahwa kemungkinan bagi 1 orang untuk hidup sampai sekarang dan menggenapi 8 dari 61 nubuat di atas di dalam dirinya adalah 1 dalam 1017. Situasi ini serupa dengan menandai satu dari 100000000000000000 uang keping, lalu menutupi mata seseorang dan menyuruh dia mengambil kepingan itu dalam 1 kali usaha. Untuk menggenapi 48 nubuat, kemungkinannya adalah 1 dalam 10157. Tetapi Yesus menggenapi semua 61 nubuat di dalam diriNya. Hal ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan.

Alkitab juga memuat banyak nubuat mengenai negara, peristiwa, dll. Banyak dari nubuat ini telah digenapi. Misalnya, di dalam kitab Yehezkiel 26, Alkitab menubuatkan kejatuhan Kerajaan Tirus dengan sangat seksama. Alkitab menubuatkan bahwa:

  1. Raja Nebukadnezar akan menghancurkan pusat dari Kerajaan Tirus. Tirus adalah sebuah kerajaan kepulauan. Pada tahun 573 BC, Raja Nebukadnezar datang dan menghancurkan pusat dari Tirus, yang berada di salah satu pulau. Peristiwa ini menggenapi nubuat di atas. Namun Tirus masih tetap hidup di pulau-pulau yang lain.
  2. Banyak bangsa akan bangkit melawan Tirus. Dan sungguh, sepanjang sejarah, Tirus terus dibayangi oleh musuh-musuhnya.
  3. Tirus akan diratakan. Nubuat ini digenapi oleh Raja Aleksander, yang menghancurkan Kerajaan Tirus secara tuntas.
  4. Nelayan-nelayan akan menebarkan jalanya di atas Tirus. Hal ini sekarang sungguh-sungguh terjadi. Di daerah bekas Tirus berdiri terdapat banyak nelayan yang memakai tempat itu untuk mengeringkan jala mereka.
  5. Puing-puingnya akan dibuang ke dalam air. Nubuat ini digenapi oleh Raja Aleksander. Ketika ia hendak mengalahkan Tirus, is membuat penghubung antar pulau dengan memakai reruntuhan Tirus di pulau yang sudah dikalahkan.
  6. Tirus tidak akan pernah dibangun kembali dan tidak akan pernah ditemukan kembali. Dan memang, sampai sekarang Kerajaan Tirus tidak pernah bangkit lagi, dan tidak ada orang yang dapat menunjukkan dengan pasti lokasi kerajaan ini.

Selain dari nubuat terhadap Kerajaan Tirus, Alkitab juga bernubuat tentang Sidon, Samaria, Gaza-Askelon, dll. Penggenapan dari semua nubuat Alkitab tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Dan mustahil bagi manusia untuk mencatat nubuat-nubuat setepat ini tanpa ilham dari Allah, karena hanya Allah saja yang dapat tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Semua nubuat Alkitab dan penggenapannya membuktikan bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah.

Akhirnya, Alkitab terbukti sebagai Firman Allah karena is mempunyai kuasa untuk merubah hidup manusia. Banyak orang sudah berubah karena mereka membaca Alkitab. Bahkan di abad ke-20 ini, kuasa Alkitab tetap aktif di dalam membawa orang kepada keselamatan di dalam Yesus Kristus dan hidup yang berkelimpahan. Fakta ini membuktikan bahwa Alkitab berisikan Firman Allah, yaitu satu-satunya kebenaran yang dapat mencelikkan mata rohani yang buta.

Sampai di sini, kita sudah melihat bahwa Alkitab yang kita miliki sekarang serupa dengan aslinya, dan bahwa Alkitab berisikan Firman Allah, bukan buah pikiran manusia. Berikutnya, kita akan menyelidiki apakah Alkitab memuat seluruh kebenaran yang Allah ingin berikan kepada kita, bukan hanya sebagian saja.

Kanon Alkitab dan Buku-buku Apokrip

Banyak orang mengatakan bahwa Alkitab hanya berisikan sebagian dari Firman Allah. Orang-orang seperti ini sering kali mereferensi buku-buku yang disinggung di dalam Alkitab, namun tidak termasuk di dalam Alkitab sendiri. Misalnya, Kitab Jasher atau Kitab Orang Jujur, yang disinggung di dalam Kitab Yosua 10:13, dan beberapa buku yang lainnya. Apakah Alkitab yang kita miliki sekarang sungguh tidak lengkap? Mengapa kita hanya menerima 66 buku, sedangkan ada banyak buku-buku lainnya?

Memang banyak buku-buku kuno Yahudi lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam Alkitab Protestan. Buku-buku ini disebut Apokrip. Ada buku-buku apokrip untuk PL dan ada pula apokrip untuk PB. Kumpulan buku yang diterima oleh Kristen Protestan disebut kanon Alkitab.

Buku-buku PL kita sebenarnya sudah sejak dulu diterima oleh orang-orang Yahudi sebagai Kitab Suci mereka. Kemudian, kanon ini disahkan di dalam suatu rapat di suatu tempat yang bernama Jamnia, pada sekitar tahun 90 AD. Sudah jelas orang-orang Yahudi adalah yang paling mengetahui buku-buku mana yang berisikan Firman Allah, karena buku-buku ini berasal dari kalangan mereka sendiri. Dan karena PL kita sama dengan Kitab Suci mereka, berarti PL kita mengandung seluruh kebenaran Allah.

Orang Yahudi tidak menerima satu pun buku apokrip sebagai Firman Allah. Hal ini dikarenakan buku-buku tersebut:

  1. Mengandung kesalahan di dalam catatan-catatan sejarah, geografi, dan susunan waktu.
  2. Mengajarkan ajaran dan kebiasaan yang salah.
  3. Lebih menyerupai karya sastra biasa daripada buku rohani.
  4. Tidak memiliki tanda-tanda inspirasi Allah, seperti nubuat-nubuat, perasaan rohani sewaktu dibaca, dll.

Beberapa contoh buku-buku apokrip PL (dalam bahasa Inggris) adalah: I/II Esdras, Tobit, Judith, Addition to Esther, the Wisdom of Solomon, Ecclesiasticus, Baruch, Bel and the Dragon, the Song of the Three Hebrew Children, Prayer of Manasseh, I/II Maccabees, dll.

Kelompok buku yang diterima sebagai PB oleh Kristen Protestan juga telah diterima oleh Bapak-bapak Gereja sepanjang abad. Kanon ini diterima karena:

  1. Mereka ditulis oleh saksi mata dari peristiwa yang dicatat atau oleh orang-orang yang mendapatkan informasi dari saksi mata (Luk. 1:1-3; Yoh. 20:30-31; Kis 1:9; Kis 10:39-42; I Kor. 15:6-8; I Pet. 5:1; II Pet. 1:16; I Yoh. 1:1-3).
  2. Mereka ditulis dalam abad yang pertama.

Buku-buku apokrip PB ditolak karena mereka tidak memenuhi persyaratan di atas. Juga, beberapa dari mereka mengandung cerita-cerita mistik, jiplakan, maupun ajaran-ajaran sesat. Beberapa contoh (dalam bahasa Inggris) adalah: the Gospel of Thomas, the Gospel of the Ebionites, the Gospel of Peter, Protevangelium of James, the Gosple of Egyptians, Arabaic Gospel of Childhood, the Gospel of Nicodemus, the Gospel of Joseph the Carpenter, the History of Joseph the Carpenter, the Passing of Mary, the Gospel of Nativity of Mary, the Gospel of Pseudo-Matthew, the Gospel of the Twelve, the Gospel of Barnabas, the Gospel of Philip, dll.

Dari diskusi di atas, jelaslah bahwa buku-buku kuno lain selain yang termasuk di dalam Alkitab tidak layak untuk diterima sebagai Firman Allah. Alkitab, sebagaimana yang kita kenal sekarang, memuat seluruh pesan yang Allah ingin sampaikan kepada kita, bukan hanya sebagian saja.

Artikel ini sudah secara singkat menunjukkan bahwa Alkitab dapat dipercaya sebagai Firman Allah yang murni dan lengkap. Harap diperhatikan bahwa artikel ini tidak memuat seluruh informasi yang tersedia di dalam mendiskusikan topik-topik di atas. Anda sebagai pembaca mungkin masih mempunyai banyak pertanyaan yang belum terjawab. Oleh karena itu, saya menganjurkan anda untuk membaca buku-buku referensi yang tercantum di akhir artikel ini. Semoga artikel yang singkat ini dapat menguatkan iman anda dan mendorong anda untuk lebih menyelidiki kebenaran Alkitab.

Referensi

McDowell, Josh. Evidence That Demands A Verdict. San Bernardino: Here's Life Publisher, 1979.
Stewart, Don. The Bible. Ed. Josh McDowell. San Bernardino: Here's Life Publisher, 1983.

Catatan: Tanggal penulisan artikel ini tidak tercatat.

Sabtu, Januari 26, 2008

ALKITAB – bag 1


Pernahkah anda bertanya,"Dapatkah kita mempercayai Alkitab? Apakah isi setiap buku di dalam Alkitab yang kita miliki sekarang serupa dengan yang aslinya? Tidakkah Alkitab hanya berisikan dongeng dan bukan Firman Allah? Dan andaikata Alkitab adalah Firman Allah, apakah buku ini mencakup seluruh pesan yang Allah ingin sampaikan kepada umat manusia?" Artikel ini akan menjawab secara singkat pertanyaan-pertanyaan di atas.


Sekilas Mengenai Alkitab


Alkitab adalah nama yang diberikan kepada sekelompok buku, 66 jumlahnya, yang diterima oleh umat Kristen sebagai Kitab Suci. Alkitab dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Perjanjian Lama (PL), yang terdiri dari 39 buku, dan Perjanjian Baru (PB), yang terdiri dari 27 buku. Semua buku ini ditulis dalam periode sekitar 1500 tahun. Buku-buku PL yang tertua (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan) ditulis sekitar tahun 1400 BC (Sebelum Masehi), dan buku-buku PB yang termuda (Injil Yohanes, I/II/III Yohanes, Wahyu) ditulis sekitar tahun 90 AD (Sesudah Masehi).


Keenam-puluh-enam buku Alkitab ditulis oleh 40 orang. Mereka mempunyai karir yang berbeda-beda (raja, gembala, dokter, guru, pemungut cukai, dll). Buku-buku ini juga ditulis di pelbagai macam tempat (penjara, istana, dalam perjalanan, dll), pelbagai macam waktu (saat perang, saat damai), pelbagai macam emosi (senang dan susah), tiga benua (Asia, Afrika, Eropa), tiga bahasa (Ibrani, Aramik, Yunani), dan mendiskusikan bermacam-macam topik. Namun, walaupun Alkitab mengandung begitu banyak perbedaan, kitab ini mempunyai satu saja pesan pokok, yaitu rencana keselamatan bagi manusia di dalam Yesus Kristus. Buku-buku PL menubuatkan dan menggambarkan diri dan pekerjaan Yesus, sedangkan buku-buku PB mengisahkan penggenapan dari nubuat PL dan menerangkan ajaran-ajaran Yesus.


Buku-buku Alkitab pada mulanya dituliskan atas bahan-bahan kuno seperti papirus, perkamen, loh tanah liat atau lilin, dll. Papirus terbuat dari daun lontar, yang tumbuh dalam danau-danau dangkal di Mesir dan Siria. Bahan ini mudah sekali hancur, dan hanya dapat bertahan di daerah-daerah yang kering seperti di gurun pasir Mesir atau di dalam gua-gua. Perkamen terbuat dari kulit domba atau kambing, dan lebih tahan lama daripada papirus. Sebagai alat menulis, orang memakai alat pahat (untuk menulis di atas batu), pena dari metal (untuk loh tanah liat atau lilin), atau pena dan tinta (untuk papirus, perkamen, dll). Buku-buku yang asli ada dalam bentuk gulungan, yaitu lembaran-lembaran papirus disambung menjadi satu lembaran yang panjang, lalu digulungkan pada sebatang kayu, atau bentuk buku (codex).


Di dalam dua bagian yang akan datang, kita akan melihat bagaimana naskah-naskah PL dan PB diturunkan dari aslinya kepada kita.


Penurunan Buku-buku Perjanjian Lama


Perjanjian Lama yang kita kenal sekarang terdiri dari 39 buku. Tetapi bagi orang Yahudi hanya ada 24 buku, yang diterima sebagai Kitab Suci Yahudi. Alkitab kita mempunyai lebih banyak buku karena kita menjadikan beberapa buku yang aslinya hanya 1 jilid menjadi beberapa jilid. Misalnya, kitab Samuel kita jadikan I dan II Samuel, buku Ezra dan Nehemiah kita pisahkan walaupun aslinya tergabung dalam 1 jilid, dan seterusnya. Susunan buku-buku di dalam Kitab Suci Yahudi juga berbeda dengan susunan PL yang kita kenal sekarang, walaupun isi setiap buku sama.


Perjanjian Lama dapat dibagi menjadi 3 bagian: Hukum Taurat (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan), Tulisan Nabi-nabi (Yosua, Hakim-hakim, Samuel, Raja-raja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan ke-12 buku terakhir PL yang kita kenal sekarang), dan tulisan-tulisan yang lain (buku-buku PL lainnya). Semua buku PL ditulis antara sekitar tahun 1400 BC sampai dengan tahun 400 BC.


Orang-orang Yahudi sangat menghargai Kitab Suci mereka. Flavius Josephus, seorang ahli sejarah Yahudi, menulis bahwa sejak kecil mereka sudah dididik untuk sangat menghargai Kitab Suci, menurutinya, bahkan bersedia untuk mati demi kitab ini. Sikap ini mendorong orang-orang Yahudi untuk berhati-hati di dalam membuat salinan Kitab Suci, suatu sikap yang menjamin bahwa salinan yang kita warisi sekarang adalah serupa dengan aslinya.


Kitab Suci Yahudi disalin dari waktu ke waktu oleh sekelompok ahli menulis (scribe) Yahudi. Hal ini perlu dilakukan mengingat kondisi papirus yang tidak tahan lama. Ada 2 macam ahli menulis, yang beroperasi dalam periode yang tertentu, yaitu:


1. Kelompok Soferim


Kelompok Soferim adalah suatu kelompok ahli menulis Yahudi. Mereka beroperasi dari tahun 400 BC sampai sekitar 500 AD. Mereka sangat teliti di dalam menyalin naskah Kitab Suci. Mereka menghitung banyaknya huruf di dalam setiap naskah, dan jumlah kata di dalam setiap bab / bagian, lalu membandingkan jumlah-jumlah tersebut dengan jumlah-jumlah di dalam salinan yang mereka buat. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan terjadinya kesalahan di dalam proses penyalinan ini.


Di samping itu, mereka juga diwajibkan untuk mengikuti aturan-aturan yang ketat di dalam menjalankan tugas dan menjaga kesucian mereka. Misalnya, mereka harus menghitung jarak antara huruf, bab, dan buku, sehingga salinan mereka mempunyai format yang sama seperti aslinya. Mereka juga dilarang untuk bersandar pada ingatan mereka sementara mereka menyalin sebuah naskah; mereka harus selalu melihat naskah aslinya, baru menuliskannya. Semua jerih payah ini menghasilkan salinan-salinan yang dapat dipercaya.


2. Kelompok Massoretes


Tugas dari Kelompok Soferim kemudian berkembang menjadi pemelihara sastra dan tradisi Yahudi. Mereka kemudian diberikan nama baru, yaitu Kelompok Massoretes. Mereka beroperasi dari tahun 500 AD sampai sekitar 900 AD, di daerah Babel dan Palestina.


Seperti Kelompok Soferim, kelompok ini juga sangat seksama di dalam menyalin naskah Kitab Suci. Mereka menghitung pula jumlah setiap abjad di dalam setiap buku, menandai huruf di tengah dari buku-buku Taurat dan seluruh Kitab Suci Yahudi, dll. Semua jumlah ini dibandingkan dengan jumlah-jumlah pada salinan yang mereka buat. Jikalau salah satu jumlah tidak cocok, naskah salinan mereka tidak ada nilainya.


Selain dari proses di atas, Kelompok Massoretes juga memasukkan beberapa catatan ke dalam salinan mereka. Naskah yang mereka salin mungkin mengandung beberapa catatan untuk menolong seseorang menghafal sebuat ayat, atau mengucapkan suatu kata atau ungkapan. Catatan-catatan ini dibuat oleh guru-guru agama. Kelompok Massoretes menuliskan semua catatan ini di pinggiran salinan mereka. Isi naskahnya sendiri tidak diganggu. Kelompok ini juga membuat daftar isi dari setiap naskah dan memasukkannya ke dalam pinggiran atas dan bawah dari salinan mereka. Akhirnya, mereka juga menciptakan sebuah sistem huruf hidup (vokal) untuk bahasa Ibrani, sebab bahasa ini aslinya hanya mempunyai huruf mati (konsonan), sehingga tidak ada kepastian di dalam cara mengucapkan sebuah kata. Kelompok ini memasukkan tanda-tanda huruf hidup ke dalam salinan mereka, sehingga semua orang dapat membaca Kitab Suci dengan pengucapan yang seragam. Semua tambahan ini menambah pengertian orang akan setiap naskah tanpa merubah isi naskah itu sendiri.


Kedua kelompok di atas menyalin Kitab Suci dengan hormat dan ketelitian yang luar biasa. Disiplin mereka menjamin ketepatan dari PL yang kita miliki sekarang, yang kita dapatkan dari hasil karya mereka.


Selain dari salinan-salinan Kelompok Soferim dan Massoretes, kita juga mewarisi beberapa bahan literatur yang lainnya. Kita dapat membandingkan isi dari bahan-bahan ini dengan Kitab Suci untuk melihat apakah PL yang kita miliki sekarang sesuai dengan yang aslinya. Bahan-bahan literatur ini antara lain adalah:


1. Targum


Sejarah mencatat bahwa orang-orang Yahudi pernah dibuang ke Kerajaan Babel. Peristiwa ini menyebabkan banyak orang Yahudi lupa akan bahasa Ibrani. Mereka memakai bahasa Aramik, yang adalah bahasa yang dipakai di Babel. Setelah mereka dibebaskan, mereka tidak dapat mengerti isi Kitab Suci, yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Ibrani. Oleh sebab itu, setiap kali Kitab Suci dibacakan, ada orang yang menterjemahkannya ke dalam bahasa Aramik. Terjemahan Aramik ini kemudian dijilidkan dan disebut Targum.


2. Septuaginta ( LXX )


Karena ada orang-orang Yahudi yang tinggal di daerah Mesir, yang berbahasa Yunani, maka pada sekitar tahun 250 BC, Kitab Suci Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan disebut Septuaginta . Selain dari terjemahan ini, ada pula beberapa terjemahan Yunani yang lainnya, seperti terjemahan yang dibuat oleh Theodotion dari Efesus, Symmachus, dll.


3. Taurat Samaria


Orang-orang Samaria adalah campuran antara orang Yahudi dan orang Siria. Mereka hanya percaya pada kelima buku Taurat Musa, dan mereka mempunyai salinan mereka sendiri.


4. Naskah Laut Mati


Pada tahun 1947, seorang gembala muda mencari kambingnya yang hilang di dalam gua-gua di suatu tempat yang bernama Wadi Qumran, sekitar 1 mil baratdaya dari sebelah baratlaut dari Laut Mati. Di sana didapati perpustakaan dari sekelompok orang Yahudi, yang tinggal di sana sekitar 100 BC sampai 68 AD. Di dalam perpustakaan ini ditemukan salinan dari semua buku-buku PL, kecuali kitab Ester. Salinan-salinan ini kebanyakan dibuat selama masyarakat itu tinggal di sana. Penemuan ini mewariskan kepada kita salinan-salinan yang sangat tua (beberapa dari mereka ditulis sebelum Masehi). Misalnya, sebuah salinan kitab Yesaya yang lengkap, yang ditulis pada sekitar tahun 400 BC (kitab Yesaya sendiri ditulis sekitar tahun 675 BC). Naskah-naskah setua ini sangat berharga karena mereka dibuat tidak lama sesudah naskah yang asli diselesaikan, sehingga kemungkinan untuk masuknya kesalahan sangat kecil.


Ketika salinan-salinan di atas dibandingkan dengan PL yang kita miliki sekarang, ternyata perbedaannya sangat sedikit sekali. Semua perbedaan yang didapatkan hanyalah perbedaan di dalam ejaan, penggunaan kata sinonim, dll. Mereka tidak merubah makna dari naskah itu sendiri.


Dari uraian di atas kita dapat melihat bahwa penyalin-penyalin Kitab Suci Yahudi sangat berhati-hati di dalam menjalankan tugas mereka, sehingga kita dapat mewarisi salinan yang serupa dengan yang aslinya. Keaslian Kitab Suci juga didukung oleh beberapa naskah yang lainnya, seperti terjemahan-terjemahan dan Buku Taurat orang Samaria. Oleh karena itu, kita dapat dengan yakin mengatakan bahwa isi PL telah diturunkan tanpa suatu perbedaan yang berarti.


Penurunan Buku-buku Perjanjian Baru


Ada 27 buku yang tergolong PB. Semua buku ini ditulis di antara sekitar tahun 50 AD sampai tahun 90 AD. Pengarang buku-buku PB adalah saksi mata dari kejadian-kejadian di masa hidup Tuhan Yesus, atau orang-orang yang mendapatkan informasi dari saksi-saksi mata.


Mengingat bahwa naskah-naskah kuno ditulis atas bahan yang mudah hancur (misalnya papirus), maka kita tidak mewarisi naskah-naskah asli PB. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk merekonstruksi naskah yang asli dari salinan-salinan yang kita miliki sekarang.


Di dalam memulihkan kembali naskah-naskah PB, kita memakai 3 macam sumber informasi, yaitu:


1. Salinan-salinan Yunani


Kita mewarisi lebih dari 5000 salinan buku-buku atau bagian-bagian dari PB di dalam bahasa aslinya (Yunani). Jumlah ini melebihi jumlah naskah dari karya-karya sastra kuno lainnya yang kita kenal sekarang.


2. Terjemahan-terjemahan


Kita mewarisi lebih dari 19,000 terjemahan PB ke dalam bahasa-bahasa lain seperti Latin, bahasa Etiopia, bahasa-bahasa Eropa Selatan, Armenia, dll.


3. Tulisan Bapak-bapak Gereja


Tokoh-tokoh gereja Kristen sering kali mengutip PB di dalam surat atau karangan mereka. Ada banyak sekali kutipan semacam ini, sehingga jikalau semua naskah-naskah Yunani dan terjemahannya dihancurkan, orang dapat merekonstruksi PB dari kutipan-kutipan tersebut. Hal ini telah dibuktikan oleh seseorang yang bernama Sir David Dalrymple. Dia telah berhasil menemukan seluruh isi PB dari kutipan Bapak-bapak Gereja, kecuali 11 ayat.


Di dalam proses memulihkan naskah kuno, kita harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu:



  1. Jarak waktu antara pembuatan salinan yang tertua yang kita miliki dan penulisan naskah yang asli. Semakin pendek jarak ini, semakin kita dapat mempercayai salinan yang kita miliki, sebab pendeknya jarak waktu mengurangi kemungkinan masuknya kesalahan-kesalahan.

  2. Jumlah salinan yang kita warisi. Semakin banyak semakin baik, sebab perbandingan antara naskah kita dengan sebanyak-banyaknya naskah yang lebih tua akan menunjukkan apakah naskah kita mengandung kesalahan atau tidak.

Salinan tertua dari buku PB yang kita miliki sekarang berasal dari tahun 125 AD, sedangkan naskah-naskah aslinya ditulis antara tahun 50 sampai 90 AD. Berarti, jarak waktu antara salinan tertua dan penulisan PB adalah sekitar 50 tahun. Jarak ini sangat pendek dibandingkan dengan jarak dari naskah sastra kuno lainnya. Sebagai contoh, buku Iliad, yang ditulis oleh seorang bernama Homer. Buku ini ditulis tahun 900 BC, dan salinan tertua yang kita miliki sekarang ditulis tahun 400 BC, 500 tahun sesudah penulisan naskah aslinya. Jarak waktu buku ini adalah yang paling pendek di antara sastra kuno lainnya. Mereka semua mempunyai jarak waktu di atas 1000 tahun.


Jumlah salinan PB di dalam bahasa Yunani dan bahasa-bahasa lainnya mencapai jumlah lebih dari 24,000. Dari karya kuno lainnya, Iliad mempunyai jumlah salinan yang terbanyak setelah PB, yaitu 643 salinan. Perjanjian Baru mempunyai jauh lebih banyak naskah sebagai bahan perbandingan dari pada karangan kuno lainnya.


Marilah kita meneliti segala informasi di atas. Sampai saat ini, kita mempunyai lebih dari 5,000 salinan Yunani, 19,000 terjemahan kuno, dan kutipan dari tokoh-tokoh gereja yang sangat lengkap. Dengan sumber yang sedemikian banyaknya, masuk akal bahwa naskah yang kita pulihkan, yaitu kitab PB kita sekarang, adalah serupa dengan yang aslinya. Lagipula, banyak dari naskah-naskah kuno ini ditulis tidak lama setelah penulisan yang aslinya, sehingga kemungkinannya sangat kecil bagi mereka untuk mengandung kesalahan. Perbandingan antara naskah-naskah ini menunjukkan perbedaan di dalam ejaan, penggunaan kata, dll. Tidak pernah ditemukan perbedaan yang merubah arti naskahnya sendiri. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PB yang kita miliki sekarang tidak berbeda dengan yang aslinya.


Bersambung ke bagian 2

Jumat, Januari 25, 2008

SIAPAKAH FOKUS HIDUP KITA?

Kita yang pernah memakai kamera untuk memotret sesuatu tentu tahu apa dan betapa pentingnya fokus yang tepat. Jikalau kamera kita difokuskan dengan tepat pada obyek yang sedang difoto, tentu hasilnya akan jelas dan tajam. Di pihak lain, jikalau kita lalai mengatur fokus kamera kita, hasil fotonya akan menjadi kabur. Kita semua tentu ingin mendapatkan hasil yang jelas dan tajam, sehingga mengatur fokus menjadi bagian penting di dalam kita memakai kamera.

Di dalam kehidupan kita, fokus juga merupakan hal yang penting. Tentu saja kita bukan kamera; fungsi dan tujuan hidup kita tidaklah sekedar untuk mengabadikan sesuatu seperti halnya sebuah kamera. Namun di dalam kehidupan, kita perlu mempunyai suatu obyek yang jelas dan pasti sebagai sumber dan pangkalan dari hidup, pada mana segala yang kita lakukan dan alami mempunyai titik referensi. Inilah yang dimaksudkan sebagai fokus kehidupan. Pada dasarnya, semua orang hanya mempunyai dua alternatif sebagai fokus, yaitu Allah atau selain Allah. Pilihan yang kedua mencakup segala hal yang bukan Allah, misalnya diri sendiri, Iblis, uang, dan lain-lain. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah yang menjadi fokus hidup kita?

Di dalam Injil tercatat contoh dari kehidupan orang-orang yang tidak berfokus pada Allah. Misalnya, kelompok orang Farisi. Walaupun mereka dikenal oleh masyarakat Yahudi sebagai pemimpin-pemimpin agama, namun kehidupan mereka sangat dicela oleh Tuhan Yesus. Yesus sering memanggil mereka "munafik" (Mat. 23), yang membawa gambaran seperti seorang aktor memakai topeng, sehingga penonton hanya melihat gambaran topeng itu tanpa mengenal wajah si aktor yang sesungguhnya. Salah satu penyebab mereka dijuluki "munafik" oleh Yesus adalah karena walaupun mereka kelihatan sangat rohaniah, tetapi sebenarnya kegiatan-kegiatan agama yang mereka lakukan adalah untuk kebesaran diri sendiri, bukan untuk Allah (Mat. 23:5-7). Hal ini menyatakan bahwa hidup mereka berfokus pada diri sendiri, bukan pada Allah.

Apakah yang seharusnya menjadi fokus hidup kita? Tuhan Yesus menghimbau, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya" (Mat. 6:33), di mana Kerajaan Allah adalah kedaulatan pemerintahan Allah dalam hidup kita. Di bagian-bagian lain Alkitab juga menyatakan perlunya kita memusatkan hidup kita pada Allah (Mat. 6:1,4,24; Filipi 2:5). Jadi, hidup kita haruslah difokuskan pada Allah, dan bukan pada apa pun juga yang lainnya. Hal ini berarti segala yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan harus mempunyai pangkalan pada Allah. Segalanya harus dievaluasi menurut standar Allah, sesuai dengan kehendak dan hakekat Allah, dan dilakukan untuk kemuliaan Allah (I Pet. 4:11; Kol. 3:17). Tidak ada hal lain yang boleh mempengaruhi hidup kita lebih dari pada Allah.

Sekarang tiba saatnya bagi kita untuk mengevaluasi hidup kita. Sudahkah kita menaruh Allah pada titik pusat hidup kita? Apakah kita hidup untuk Allah, atau untuk diri sendiri? Apakah kita bekerja dan belajar sekedar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mantap (uang, status) ataukah untuk membawa kemuliaan kepada Allah? Di dalam kita melayani di gereja, apakah itu untuk Allah, ataukah hanya sekedar untuk mengisi waktu, atau ingin dikenal sebagai seorang yang rohaniah dan aktif melayani? Di dalam kita mengalami kesulitan hidup, apakah kita berharap kepada Allah ataukah kalang-kabut melihat keadaan hidup kita? Banyak dari antara kita yang mungkin sedang bergumul dengan kesulitan finansil, atau sedang mencari pekerjaan, atau sedang mengalami krisis di dalam suatu relasi dengan teman atau keluarga, dan lain-lain. Semua kemelut hidup ini bagaikan angin topan yang mengancam akan menenggelamkan kita. Tetapi ketika Petrus memandang Yesus, dia dapat berjalan di atas gelombang yang berkecamuk. Segera setelah dia mengalihkan pandangannya dari Yesus kepada angin ribut itu, dia tenggelam (Mat. 14:22-33). Adakah fokus kita terpaut pada Allah ketika topan ganas melanda hidup kita dalam bentuk krisis dan kesulitan?

Memfokuskan hidup pada Allah lebih mudah dikatakan dan dituliskan dari pada dilaksanakan. Hal ini karena Allah itu Roh (Yoh. 4:24), sehingga Dia tidak kelihatan. Sedangkan kita hidup di dunia materi yang serba kelihatan, sehingga apa yang tidak kelihatan sering kali kita abaikan. Bagaimana kita dapat dengan mudah menjadikan sesuatu yang begitu abstrak sebagai pusat hidup di dunia yang serba konkrit ini? Tentu saja sangat sulit. Lagipula, Allah tidak lagi bertindak seperti di masa Perjanjian Lama, di mana Dia menyatakan kehadiranNya dengan tiang awan dan tiang api (Kel. 13:21), sangkakala dan guruh (Kel. 19:16-19), dan hal-hal lain yang begitu nyata. Meskipun demikian, kita harus dengan iman percaya bahwa Allah itu ada dan dekat dengan kita (Maz. 139:1-12; Ibr. 13:5). Dan dengan kekuatan Roh Kudus kita harus hidup berpusat pada Dia, sebagaimana seharusnya. Marilah kita mulai hidup sebagai orang Kristen sejati, dengan Allah berada di pusat. Amin.

Catatan: Tanggal penyelesaian artikel tidak tercatat.

Rabu, Januari 23, 2008

PELAYANAN

Selama saya berada di Amerika, saya belajar banyak hal. Menimba ilmu di college dan universitas, dan bergabung dengan GKI Lake Avenue, telah mengubah hidup saya dari segi pengetahuan, karakter, pandangan hidup, dan lain-lain. Salah satu hal yang telah saya pelajari, yang saya akan bagikan dalam ruang ini, adalah perihal pelayanan.

Pelayanan Sebagai Hak dan Kewajiban

Sering kali kita mengeluh ketika akan melayani. Ketika disuruh bekerja, kita berkata, "Ah, capek!" Ketika kita diminta ke sana atau ke mari, kita berkata, "Ah, itu terlalu jauh buat saya!" Ketika tugas diberikan, kita berkata, "Kenapa mesti saya? Kenapa tidak suruh orang lain saja?" Alasan-alasan lainnya, "Itu tidak praktis / ekonomis," atau "Hal itu 'kan tidak perlu dikerjakan di gereja ini," atau "Buang-buang waktu saja!" sering kita gunakan untuk mengelakkan pelayanan.

Tetapi setelah saya melayani sekian lama, saya rasa kita sebenarnya tidak patut untuk mengeluh dalam pelayanan. Saya sampai pada kesimpulan ini setelah saya menyadari siapa yang saya layani dan bagaimana saya seharusnya bersikap terhadap Dia.

Ketika kita melayani, kita melayani Allah. Siapakah Dia? Dia adalah pencipta semesta alam (Mz. 115:15), yang mahakuasa (Kej. 17:1), yang mahamulia (Yes. 6:3), mahabesar (Ul. 10:17), dan lain-lain karakteristik yang mengagumkan. Dia telah menciptakan segala jagad raya ini, yang sedemikian luasnya sehingga sampai saat ini tak ada seorang pun yang tahu di mana batas-batasnya. Dalam semesta yang luas ini, Allah juga menciptakan sebuah planet kecil, lalu di atasnya diciptakan manusia setelah Dia menciptakan alam yang indah. Tetapi manusia melakukan dosa, memberontak dari kasih dan pimpinan Tuhan, sehingga kita semua sebagai manusia juga berdosa dan tidak berlayak di hadapan Allah. Melalui penjelmaan Yesus Kristus dan kematianNya di atas kayu salib, kita dapat kembali menikmati hubungan yang baik dengan Allah, jikalau kita percaya kepada Yesus serta menerimaNya (Yoh. 3:16). Hal ini bukanlah karena kebaikan kita sendiri, sebab tidak ada kebaikan di dalam kita semua (Rom. 3: 10-18). Bahkan, setelah menerima Yesus, kita pun masih sering jatuh dalam dosa (I Yoh. 1:8). Tetapi semua ini adalah berkat kasih karunia Allah yang besar, yang merelakan AnakNya sendiri mati untuk menebus dosa-dosa kita. Di hadapan Allah kita sendiri menjijikkan, tetapi melalui darah Yesus Allah melihat kita sebagai anak-anakNya (Yoh. 1:12).

Bekerja untuk seseorang yang besar pasti adalah suatu kebanggaan. Misalnya, jikalau kita bisa bekerja langsung untuk Presiden Soeharto atau Presiden Bush, pasti kita merasa bangga. Tetapi pelayanan adalah bekerja untuk Allah yang dahsyat, yang melebihi kebesaran siapa pun di sejagad raya ini! Jadi, melayani
seharusnya juga menjadi kebanggaan bagi kita. Lebih dari itu, kita bukannya layak untuk bekerja bagi Tuhan, karena kita semua adalah pemberontak di hadapan Dia. Kita sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk melayani Dia. Tetapi Dia, karena kasihNya yang besar, rela mengusahakan supaya kita boleh layak kembali melalui karya Yesus. Kita seharusnya dihukum, tapi sekarang kita bisa melayani Allah. Jadi, melayani bukan lagi hanya kebanggaan, tetapi juga hak istimewa dan kehormatan (privilege), yaitu hak yang kita sendiri tidak layak untuk miliki, tetapi telah dikaruniakan oleh Allah. Lebih lagi, sebagai orang yang sudah dikasihani, pelayanan adalah suatu kewajiban juga.

Dengan kesadaran di atas, saya menjadi takut untuk tidak melayani. Ketika sedang malas bekerja, saya bukan saja merasa tidak enak, tetapi bahkan merasa bersalah. Saya pikir, kalau Allah begitu mengasihi saya sehingga Dia mau mengampuni saya, walaupun untuk itu Dia harus mengorbankan AnakNya, masakan sekarang saya menolak untuk melayani Dia? Bukankah itu pertanda saya kurang ajar dan tidak tahu berterima kasih? Juga, Yesus, yang adalah Raja dari segala raja dan yang empunya semesta alam ini, rela turun ke dalam dunia untuk mati buat saya. Dia tidak harus melakukan hal itu jikalau Dia tidak mau. Tetapi karena kasihNya, Dia rela meninggalkan segalanya dan menjelma menjadi manusia yang rendah, bahkan sampai mati bagi saya. Apakah saya lebih baik dan hebat dari Dia, sehingga saya layak menolak ketika diminta berkorban untuk melayani? Padahal saya belum pernah diminta untuk mengorbankan segala kekayaan dan mati dalam pelayanan. Berapa pun banyaknya pelayanan saya belum cukup untuk membalas kasih Allah yang begitu besar. Bagaimana bisa saya menolak untuk melayani?

Muda-mudi Dalam Pelayanan

Sebagai seorang muda, dan selama 6 tahun hidup di Amerika, saya mempunyai banyak kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang muda. Saya percaya bahwa masa muda adalah masa yang unik. Sayang masa ini hanya terjadi sekali dalam hidup ini. Sering saya merenungkan apa yang membuat usia muda begitu unik. Wajah yang mulus (kalau tidak jerawatan), pandangan mata yang kuat, stamina tubuh yang tinggi, kelincahan dan ketangkasan adalah sebagian kecil dari ciri-ciri banyak anak muda. Tentu saja saya tidak bisa melukiskan seorang muda dengan lengkap, dan tentu tidak semua orang muda mempunyai semua karakteristik yang dimiliki oleh orang-orang sebayanya. Tetapi saya rasa satu hal yang paling unik dalam masa muda adalah panjangnya masa depan. Dengan kata lain, kesempatan untuk melakukan banyak hal terbuka lebar di muka seorang muda. Ambillah contoh seseorang dengan usia 20 tahun. Jikalau kita puas dengan hidup 80 tahun, orang ini baru menghabiskan seperempat hidupnya. Sisa yang 60 tahun dapat dia isi dengan pelbagai kegiatan.

Jikalau saya berpikir tentang uniknya masa muda ini, saya teringat akan 2 jalan yang dapat ditempuh oleh banyak anak muda. Saya sangat menyadari banyaknya muda-mudi yang menghabiskan waktunya dengan obat-obat bius, kekerasan, musik-musik yang tidak baik, dan kegiatan-kegiatan duniawi lainnya. Hati saya terluka melihat hidup dan masa depan mereka yang masih begitu panjang itu hancur. Saya merasa demikian karena saya tahu ada jalan lain yang lebih indah bagi seorang muda, yaitu hidup melayani Allah. Bagi seseorang untuk diselamatkan oleh Allah sejak usia muda adalah suatu kemuliaan khusus. Dia mempunyai kesempatan yang sangat panjang untuk bekerja bagi Tuhan dan mempengaruhi dunia ke arah Dia. Sejak dari muda, ia sudah dikaruniakan hak dan kewajiban istiwewa untuk melayani Raja dari segala raja. Kesempatan ini tidak dimiliki oleh orang-orang yang sudah lebih dewasa.

Oleh sebab itu, marilah kita yang masih muda turun ke ladang pelayanan. Jangan tinggalkan hak dan kewajiban kita, yaitu kehormatan besar untuk bekerja bagi Allah semesta alam. Pakailah tubuh dan kesehatan dan kekuatan untuk memajukan kerajaanNya. Pakailah semangat muda yang menyala-nyala itu untuk memenangkan dunia. Pakailah dan kembangkanlah talenta-talenta untuk melayani. Jangan lagi menunda, sebab setiap kali kita menunda, kesempatan kita untuk berbuah makin berkurang. Lihatlah masa depanmu yang masih begitu luas, dan berpikirlah bagaimana untuk memakai waktu yang berlimpah itu demi kemuliaan Tuhan. Kelak, di kala kita sudah menjadi tua dan menoleh ke belakang, ke sepanjang hidup kita, kita akan bersuka cita demi melihat bahwa hidup kita tidak sia-sia, dan nama Tuhan telah ditinggikan di masa muda kita.

Catatan: Artikel ini diselesaikan pada 24/06/1991. Itu adalah waktu-waktu akhir masa studi saya di Amerika Serikat. Artikel ini merupakan refleksi saya mengenai pelayanan berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya selama beberapa tahun di Amerika. Referensi Presiden Bush merujuk pada George Bush senior, presiden Amerika Serikat ke-41 yang sedang memerintah pada tahun 1991. Dan tentunya Presiden Soeharto masih memerintah di Indonesia waktu itu.

Selasa, Januari 22, 2008

MENGAPA ALLAH MENJADI MANUSIA?

Tokoh inti dalam iman Kristen adalah Yesus Kristus. Seluruh Alkitab, dari kitab Kejadian di Perjanjian Lama sampai kitab Wahyu di Perjanjian Baru, semua menceritakan tentang rencana keselamatan Allah pada manusia yang berdosa, dan di dalamnya menunjuk kepada kedatangan seorang Mesias. Nubuatan tersebut digenapi dalam Perjanjian Baru oleh kedatangan Yesus, dan selanjutnya penulis-penulis Perjanjian Baru menjelaskan dan menerapkan tokoh ini bagi segenap anak Allah.

Tokoh Yesus Kristus sendiri merupakan tokoh yang unik. Bukan saja karena karya-karya humanitarianNya seperti kasihNya pada rakyat kecil dan mereka yang sakit dan menderita; ataupun karena kuasaNya yang mengagumkan sehingga dapat menyembuhkan segala penyakit, bahkan memberi makan lima ribu lebih orang hanya dengan segenggam makanan, serta berjalan di atas air; ataupun karena nasibNya yang malang, yang walaupun dipuja dan diikuti banyak orang namun akhirnya ditinggalkan sendiri untuk mati sebagai seorang kriminal. Lebih dari itu semua, Yesus adalah tokoh yang unik karena Alkitab menyaksikan bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia (Yoh 1:1,14).

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa Allah perlu dan mau menjadi manusia? Mungkin hal-hal berikut dapat membantu kita menemukan jawabnya.

  1. Kita sadari bahwa sebagai manusia kemampuan pengetahuan kita sangatlah terbatas. Begitu banyak hal dalam dunia ini yang sulit untuk kita mengerti, baik hal-hal yang bersifat fisik (cahaya, elektron, tata surya, gravitasi), hal-hal kehidupan (sifat-sifat manusia, berbagai penyakit), serta konsep-konsep abstrak (cinta, keindahan). Salah satu cara yang efektif untuk mengerti adalah dengan melihat dan mempelajari fenomena dari hal-hal tersebut. Kita mengerti gaya gravitasi dengan memperhatikan efeknya pada benda, mengerti manusia melalui reaksinya pada situasi tertentu, mengerti cinta melalui perasaan dalam hati. Allah mengetahui keterbatasan manusia ciptaanNya. Oleh sebab itulah, untuk memperkenalkan diriNya secara efektif, Allah memberikan contoh yang konkrit dari diriNya. Bukan lagi dengan suaraNya ataupun perbuatan-perbuatanNya, melainkan dengan menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus (Ibr 1:1-2). Oleh sebab itulah maka Rasul Yohanes dapat memberikan kesaksian bahwa Yesus telah menyatakan Allah (Yoh 1:18) setelah ia melihat kemuliaanNya dalam rupa manusia (Yoh 1:14), setelah ia mendengar, melihat, menyaksikan dan merabaNya (I Yoh 1:1-2).
  2. Allah juga menjadi manusia agar Ia dapat menanggung hukuman dosa yang diperbuat manusia. Alkitab mengajarkan bahwa semua orang telah jatuh dalam dosa (Rom 3:23) dan dengan demikian berada di bawah murka dan hukuman Allah (Rom 2:5-6). Tetapi Allah yang maha suci dan maha adil ternyata juga adalah Allah yang maha kasih, dan di dalam kasihNya ini Ia rela menanggung hukuman yang diperuntukkan bagi manusia berdosa itu. Oleh sebab manusia yang telah berdosa, maka manusialah yang harus menanggung hukumannya. Dan kalaupun hukuman itu hendak ditanggungkan, yang menanggung hukuman itu selayaknya juga adalah seorang manusia. Oleh sebab itulah Allah yang ingin menanggung hukuman dosa manusia harus menjadi manusia, karena sebagai manusia barulah Ia dapat secara adil dan sah menanggung hukuman tersebut.
  3. Dengan menjadi manusia, Allah dapat dengan sepenuhnya merasakan dan menghayati pergumulan dan penderitaan manusia. Kini kita boleh yakin bahwa Allah bukanlah sang Pencipta yang jauh dari kita, menonton kehidupan kita tanpa melibatkan diri dalam pergumulan kita sehari-hari. Allah dapat mengerti kita, dan ketika dalam doa kita memaparkan segala keluh kesah, Ia dapat bersimpati pada kita, karena Ia juga manusia. Selain itu, dari hidupNya di dunia ini kita pun dapat belajar bagaimana untuk hidup berkemenangan di tengah segala pencobaan. Sebagai manusia, Yesus juga pernah dicobai sebagaimana kita semua, namun Ia telah mengalahkan semuanya (Ibr 4:15). HidupNya yang berkemenangan dapat menjadi teladan bagi kita.

Apa yang dilakukan Allah dalam inkarnasi dengan menjadi manusia merupakan pernyataan kasih yang besar. Sebenarnya Allah tidak perlu menyatakan diriNya pada manusia, tidak perlu memikirkan nasib manusia yang ada di bawah hukumanNya, tidak perlu peduli pada penderitaan dan pergumulan manusia sehari-hari, namun kenyataannya yang Ia lakukan dalam inkarnasi justru adalah sebaliknya. Demi manusia ciptaanNya, yang sudah memberontak terhadap diriNya, Ia rela merendahkan diri menjadi manusia, bahkan sampai menderita dan mati di kayu salib. Karena apakah semua ini? Hanya karena kasihNya pada manusia. Dengan demikian, tokoh utama dalam iman Kristen, yaitu Yesus Kristus, merupakan bukti cinta kasih yang luar biasa dari Allah kepada manusia, kekekalan yang menjangkau ke dalam kefanaan, Allah yang menjadi manusia.

Catatan: Artikel ini diselesaikan pada 14/09/1997. Pernah diterbitkan di majalah RP3M.

Senin, Januari 21, 2008

SIAPAKAH YESUS ITU?

Suatu ketika Yesus bertanya pada murid-muridNya, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" (Matius 16:15). Pertanyaan yang sepele bagi banyak orang, bahkan mungkin termasuk pertanyaan yang bodoh. Tetapi dalam kasus diri Yesus, ternyata pertanyaan sederhana ini menjadi suatu hal yang besar dan serius. Pada masa hidup Yesus sendiri sudah terdengar banyak pendapat tentang diriNya; ada yang mengatakan bahwa Ia adalah Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau nabi-nabi lainnya yang kembali dari kematian. Petrus menjawab, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16), suatu jawaban yang melahirkan pujian dari mulut Yesus. Dan semenjak hari pertanyaan tersebut dilontarkan, sudah banyak orang yang mencoba menjawabnya, baik dari kalangan masyarakat biasa sampai para pemikir kaliber dunia. Dalam iman Kristen, pertanyaan ini menjadi salah satu penentu bagaimana seseorang akan hidup sesudah kematian fisiknya. Ayat terkenal Yohanes 3:16 menyatakan kasih Allah yang sedemikian besar, "sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal." Dengan demikian Alkitab menghubungkan pengenalan kita tentang Yesus sebagai Anak Allah dan iman kita kepadaNya dengan hidup yang kekal.

Pertanyaan "siapakah Yesus itu" tidak hanya mempertanyakan identitas seorang tokoh sejarah Yahudi yang hidup sekitar 2000 tahun yang lalu, melainkan juga mempermasalahkan hakekatNya. Pertanyaan ini berkembang dari mempertanyakan "siapa" Yesus menjadi "apakah" Yesus itu, dan penekanan yang terakhir inilah yang membuat pertanyaan sederhana ini menjadi rumit. Dari lembar-lembar Alkitab kita dapat melihat gambaran Yesus sebagai Allah dan manusia. Pertimbangkanlah butir-butir berikut ini:

  1. Yesus mengenakan nama-nama yang biasa dipakai untuk Allah pada diriNya sendiri. Misalnya, dalam Yohanes 8:58, Yesus menyebut diriNya dengan sebutan ego eimi. Istilah tersebut merupakan terjemahan Yunani dari nama Allah dalam Keluaran 3:13-14, yaitu "Akulah Aku." Dengan menyebut diriNya ego eimi berarti Yesus memanggil diriNya dengan nama Allah sendiri.
  2. Yesus menerima reaksi yang hanya layak diberikan pada Allah. Misalnya, Ia menerima sembah dari orang buta yang telah Ia sembuhkan (Yoh 9:38), dan juga dari murid-muridNya (Mat 14:33, 28:9).
  3. Penulis-penulis Perjanjian Baru tidak ragu-ragu menyebut Yesus sebagai Allah. Dua contoh saja: Yohanes menyatakan kekekalanNya dan menyamakanNya dengan Allah (Yoh 1:1), dan Paulus menulis tentang kesetaraan Yesus dengan Allah (Fil 2:6).
  4. Bagian-bagian lain dari Alkitab menggambarkan sifat-sifat Yesus yang manusiawi. Seperti manusia lainnya, Yesus dilahirkan dari rahim seorang wanita (Luk 2:6-7), bertumbuh dari kecil menjadi dewasa (Luk 2:40), bahkan sampai mati (Mat 27:50). Dalam hari-hariNya Ia merasa lapar (Mat 21:18), letih (Yoh 4:6), butuh tidur (Mrk 4:38), sedih dan menangis (Yoh 11:33-35), dan seterusnya.

Dilengkapi dengan banyak ayat-ayat lainnya lagi, kita dapat melihat ajaran Alkitab bahwa Yesus adalah Allah dan pada saat yang bersamaan Yesus juga adalah manusia. Pernyataan yang diterbitkan oleh Konsili Chalcedon di tahun 451 telah merumuskan kesaksian Alkitab tentang hakekat Yesus ke dalam satu kalimat, bahwa Yesus "made known in two natures without confusion, without change, without division, without separation, the difference of the natures being by no means removed because of the union, but the property of each nature being preserved and coalescing in one prosopon and one hupostasis -- not parted or divided into two prosopa, ………….." Dengan pernyataan tersebut teguhlah iman gereja bahwa Yesus mempunyai dua hakekat; Ia adalah Allah dan manusia. Dengan pernyataan tersebut jelaslah juga bahwa gereja telah menerima suatu doktrin yang bersifat paradoks, dan dengan demikian mengakui bahwa identitas Yesus merupakan suatu misteri.

Misteri hakekat Yesus yang ganda inilah yang terus menimbulkan permasalahan dalam iman Kristen, baik di dalam maupun di luar gereja. Sejarah gereja mencatat berbagai upaya untuk mengharmoniskan paradoks tersebut, yang sayangnya banyak yang akhirnya menolak hakekat ganda yang diajarkan Alkitab. Misalnya, suatu kelompok yang dikenal dengan nama Ebionit (tahun 107) mengajarkan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang dikaruniai atau dipenuhi Roh Kudus untuk menjalankan misi Allah; kelompok Docetis (70-170) mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah dan sama sekali tidak menjadi manusia, sedangkan apa yang tampak manusiawi dari Yesus hanyalah ilusi belaka; ajaran Arianisme (325) mengatakan bahwa Yesus adalah ciptaan Allah yang tertinggi dan termulia yang menjelma menjadi manusia, sehingga sebagai suatu ciptaan tentunya Yesus bukanlah Allah sendiri. Masih banyak lagi jejak pergumulan untuk mengerti misteri hakekat ganda dari Yesus. Bahkan sampai di masa sekarang pun upaya tersebut masih terlihat, misalnya aliran Saksi Yehovah yang mengembangkan paham Arianisme dengan mengajarkan bahwa Yesus adalah jelmaan Malaikat Mikhael. Belum lagi kritik dan cemooh dari luar gereja, serta dunia moderen umumnya dengan standar rasionalistisnya. Semua ini meneguhkan kenyataan bahwa konsep hakekat ganda Yesus merupakan suatu paradoks dan misteri yang tidak terpecahkan, sehingga sulit diterima.

Apa sebenarnya yang menjadi inti misteri Yesus ini? Setidaknya kita dapat memikirkan dua hal. Pertama, kehadiran dua kelompok sifat dan kualitas dalam satu diri Yesus menimbulkan masalah logika. Dengan mengatakan Yesus adalah Allah dan manusia, kita mau tidak mau menerima paradoks sifat-sifat yang bertentangan dalam diri Yesus. Sebagai Allah Ia mahakuasa, mahatahu, kekal, dan seterusnya; tetapi sebagai manusia Ia lemah, perlu belajar, dapat mati, dan seterusnya. Bagaimana mungkin dalam diri seseorang ditemukan sifat-sifat yang sedemikian bertentangan? Bagaimana mungkin Yesus itu mahakuasa dan lemah, mahatahu dan perlu belajar, kekal dan dapat mati pada saat yang bersamaan? Secara alamiah pikiran manusia pasti menolak paradoks yang sedemikian. Mungkin pemikiran berikut dapat menolong kita mengkaji masalah ini. Alkitab dan gereja tidak mengajarkan bahwa kedua kelompok sifat dalam diri Yesus berasal dari satu hakekat yang sama, melainkan berasal dari dua hakekat yang berbeda, kendatipun keduanya berada dalam satu diri yang sama yaitu Yesus. Hakekat ilahi Yesus dan hakekat manusiawi Yesus tidak melebur menjadi satu hakekat baru, semacam hakekat campuran ilahi-manusiawi, yang kemudian juga mencampur sifat dan kualitas dari kedua hakekat ke dalam satu hakekat campuran tersebut. Percampuran sedemikian, di mana dua macam sifat dan kualitas yang bertentangan dinyatakan sebagai milik dari satu hakekat yang sama, memang tidak mungkin dapat diterima akal sehat. Namun mengenai Yesus, hakekat ilahi dan hakekat manusiawiNya tetap terpisah kendatipun menjadi milik satu pribadi yaitu Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, Sang Anak. Sifat dan kualitas ilahi Yesus tetap berasal dari hakekat ilahiNya, sedangkan sifat dan kualitas manusiawi Yesus tetap berasal dari hakekat manusiawiNya. Ketika kita mengatakan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia, mahakuasa dan lemah, maha tahu dan perlu belajar, dan seterusnya, kita sedang merujuk pada pribadi Yesus yang memang tunggal, tanpa membaurkan kedua hakekat yang menjadi sumber segala sifat dan kualitas yang saling bertentangan itu. Walaupun bagaimana proses dari dua hakekat yang saling bertentangan menjadi bersatu dalam satu diri dan pribadi masih tetap merupakan masalah, setidaknya sekarang kita boleh melihat bahwa jikalau kita mau menerima hakekat ganda yang tidak berbaur dalam diri Yesus, kita tidak usah terjebak dalam kontradiksi logis bahwa sifat-sifat Yesus yang saling bertentangan berasal dari satu hakekat saja.

Masalah kedua yang mempertajam misteri Yesus adalah masalah sudut pandang. Kita perlu menyadari bahwa inkarnasi, di mana Allah Anak mengambil hakekat manusia sehingga menghasilkan Yesus yang berhakekat ganda, merupakan karya dan tindakan Allah, bukan manusia. Kita juga perlu menyadari bahwa Allah mempunyai hakekat yang lebih tinggi dari manusia, dan dengan demikian hidup dalam realm yang berbeda dengan manusia, serta mempunyai kuasa dan kemampuan yang jauh melebihi manusia. Apa yang tidak normal dan tidak masuk akal bagi manusia mungkin merupakan hal yang biasa bagi Allah, sedangkan apa yang "alami" bagi Allah tidak selalu terselami oleh manusia. Jikalau kita mau menerima perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia ini, serta mau menyadari bahwa hakekat ganda Yesus merupakan hasil karya Allah, maka kendatipun pengertian manusiawi kita sudah buntu, kita masih dapat menerima paradoks diri Yesus. Upaya untuk mengenal dan menghayati Yesus yang dilakukan dari sudut pandang manusia, dengan menggunakan rasio manusia dan standar duniawi sebagai tolok ukur, akan selalu berakhir pada kebuntuan dan ketidakpercayaan. Manusia sebagai ciptaan memang tidak akan pernah cukup mampu untuk sepenuhnya mengenal Allah, keputusan dan karyaNya. Satu-satunya jalan untuk mengenal dan menghayati Yesus adalah dari sudut pandang Allah.

Kembali pada pertanyaan yang dilontarkan Yesus sendiri, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Kita sudah coba menjawabnya dengan melihat kesaksian Alkitab dan rumusan gereja, dan menemukan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia. Di dalam jawaban ini kita berhenti pada kenyataan bahwa hakekat ganda Yesus merupakan suatu paradoks yang tidak terselami, di mana setiap upaya penjelasan yang mengkompromikan kepenuhan kedua hakekat Yesus terbukti tidak sesuai dengan kesaksian Firman Allah, sehingga harus ditolak. Alkitab hanya memberikan data-data dari mana kita dapat menarik kesimpulan, namun tidak memberikan penjelasan bagaimana kesimpulan yang bersifat paradoks tersebut seharusnya diharmoniskan. Oleh sebab itulah ketika kita mempertimbangkan pertanyaan di atas dan melihat jawabnya dalam hakekat ganda Yesus, kita ditantang untuk mengambil sikap berikut:

  1. Kita terpaksa harus menerima kenyataan bahwa Allah lebih tinggi dari manusia, dan manusia harus berpuas diri tanpa harus sepenuhnya mengerti diri dan tindakan Allah. Di sini kita harus rela melepaskan pegangan kita pada rasio dan bersandar pada iman. Rasio mempunyai batas-batasnya dalam hakekat manusiawi, sedangkan batas-batas iman terletak pada Allah dan bukan pada manusia. Oleh sebab itulah ketika kita mau mengenal Yesus, yang adalah Allah selain juga manusia, kita harus bersandar pada iman selain juga pada rasio. Manusia yang dengan sombong mendaulatkan rasionya dan menolak iman tidak akan pernah dapat menerima diri Yesus sebagai Allah dan manusia. Hanya manusia yang rela merendahkan dirinya di hadapan Allah dapat menerima gambaran yang diberikan oleh Alkitab.
  2. Sebaliknya, beriman pada Allah tidak berarti mengabaikan rasio. Seorang yang menerima hakekat ganda Yesus dengan iman tidak berarti melawan pertimbangan akal, melainkan dasar pertimbangan itu tidak lagi ditumpukan pada kemampuan rasionya dan hasil analisanya dari data-data empiris yang ia terima dan alami, melainkan dasarnya adalah pada kesaksian Alkitab yang merupakan Firman dari Allah yang memang lebih tinggi derajatNya dari manusia. Iman bukanlah sesuatu yang tanpa dasar, melainkan sesuatu yang mempunyai dasar namun yang berbeda dari dasar yang dipakai oleh dunia. Dunia mendasarkan segala sesuatu pada rasionya dan dengan demikian tidak dapat menerima Yesus sebagai Allah dan manusia; orang yang beriman mendasarkan hidup dan pemikirannya pada Allah yang telah berfirman, dan dengan demikian berdasarkan kesaksian Alkitab, dapat menerima Yesus sebagai Allah dan manusia.

Seperti pada masa hidupNya, Yesus sekarang bertanya pada dunia dan pada kita masing-masing, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Alkitab menjawab dengan suatu paradoks bahwa Yesus adalah Allah dan manusia. Bagaimana jawab saudara?

Catatan: Penulisan artikel ini selesai pada 14/09/1997.

Minggu, Januari 20, 2008

TRITUNGGAL

Doktrin Tritunggal merupakan salah satu doktrin utama dalam keKristenan, namun juga yang paling sulit dimengerti dan sering kali salah dimengerti. Doktrin Tritunggal mengajarkan bahwa Allah yang diperkenalkan di dalam Alkitab adalah Allah yang esa namun terdiri dari tiga pribadi, di mana pribadi-pribadi tersebut saling berbeda satu dengan yang lain, namun ada secara bersama-sama sejak dari kekekalan. Bahwa Allah berpribadi tiga tidak berarti ada tiga allah; sebaliknya, bahwa Allah itu esa tidak berarti Ia berpribadi tunggal.

Salah satu sumber kesulitan untuk mengerti dan menerima doktrin Tritunggal mungkin timbul dari inti doktrin ini, yakni konsep bahwa Allah yang "tunggal" adalah juga Allah yang "jamak". Kata "Tritunggal" itu sendiri menggabungkan "tri" (tiga) dan "tunggal" (satu) dalam satu kata, menunjukkan bahwa Allah yang Tritunggal mempunyai aspek tunggal dan aspek jamak (tiga) pada saat yang bersamaan. Tetapi bagaimana tiga adalah satu dan satu adalah tiga pada saat yang bersamaan? Bagaimana Allah yang "tunggal" adalah juga Allah yang "jamak" pada saat yang bersamaan? Masalah ini tampak seperti kontradiksi logika.

Kesulitan di atas dapat diatasi jikalau kita memahami bahwa yang "tunggal" dari Allah tidak sama dengan yang "jamak" dari Allah. Sesuatu hal tidak dapat memiliki dua kualitas yang berbeda dari satu aspek pada saat yang bersamaan; hal ini dikenal sebagai hukum kontradiksi logis. Namun, sesuatu hal dapat memiliki kualitas yang berbeda antara aspek-aspek yang berbeda pada saat yang bersamaan; hal ini tidak bersifat kontradiktif, karena satu aspek boleh saja memiliki kualitas yang berbeda dari aspek yang lainnya dari pada hal yang sama pada saat yang bersamaan. Dengan menerapkan prinsip di atas pada masalah Tritunggal, kita melihat bahwa Allah dapat saja "tunggal" dan "jamak" pada saat yang bersamaan, asalkan yang "tunggal" dan yang "jamak" dari Allah menyangkut dua aspek yang berbeda dari Allah, bukan satu aspek yang sama.

Doktrin Tritunggal mengajarkan bahwa Allah adalah makhluk yang esa, yang unik, yang tidak ada duanya. Namun makhluk yang esa ini, yang kita kenal sebagai Allah, adalah makhluk yang mempunyai tiga pribadi. Makhluk (esensi) berbeda dengan pribadi; jadi, kualitas makhluk dan kualitas pribadi tidak harus sama, walaupun makhluk dan pribadi yang sedang dibicarakan menyangkut hal yang sama. Doktrin Tritunggal tidak mengajarkan bahwa Allah itu makhluk yang esa dan sekaligus makhluk yang jamak, ataupun Allah mempunyai satu pribadi dan sekaligus tiga pribadi, hal mana harus dimengerti sebagai kontradiksi. Doktrin Tritunggal mengajarkan bahwa Allah itu makhluk yang tunggal, tetapi mempunyai tiga pribadi; yang tunggal dan yang jamak adalah kualitas dan dua aspek yang berbeda, yaitu makhluk dan pribadi.

Ilustrasi dapat membantu kita menggapai konsep yang abstrak di atas, walaupun harus diingat bahwa tidak ada satu pun ilustrasi yang dapat menjelaskan diri Allah yang Tritunggal secara menyeluruh. Salah satu ilustrasi adalah segitiga. Suatu segitiga harus mempunyai tiga sisi yang saling menyambung menjadi kesatuan. Jadi, walaupun hanya ada satu segitiga, namun segitiga yang satu ini mempunyai tiga sisi pada saat yang bersamaan. Segitiga tersebut adalah bentuk geometris yang tunggal, namun ia pun "jamak" dalam jumlah sisi yang membentuknya. Ilustrasi lainnya adalah suatu ruas jalan dengan beberapa jalur, misalkan saja tiga jalur. Hanya ada satu ruas jalan (tunggal), namun ruas jalan yang satu ini memiliki tiga jalur yang berbeda pada saat yang bersamaan (jamak). Secara teknis kita tidak dapat mengatakan bahwa ada tiga jalan - walaupun memang ketiga jalur pada ruas jalan tersebut adalah jalan - melainkan yang tiga adalah jalurnya. Tetapi, dengan adanya hanya satu ruas jalan tidak mengharuskan jalan tersebut memiliki hanya satu jalur, karena jumlah jalur tidak harus bergantung pada tunggalnya ruas jalan tersebut. Jadi, ruas jalan tersebut "tunggal" dan "jamak" pada saat yang bersamaan. Ilustrasi-ilustrasi di atas mengajarkan bahwa konsep Tritunggal adalah satu konsep yang sesungguhnya logis, dan bahwa konsep Allah yang Tritunggal bukanlah konsep yang tidak masuk di akal.

Satu sumber kesulitan lainnya bagi banyak orang untuk mengerti dan menerima Allah Tritunggal adalah bahwa konsep tritunggal kedengarannya aneh. Hal ini disebabkan tidak adanya titik acuan di sekitar kita untuk suatu makhluk yang demikian, dan semua acuan yang ada justru berbeda dengan konsep ini. Semua makhluk berpribadi yang kita kenal pada umumnya mempunyai hanya satu pribadi. Orang-orang yang kita kenal, misalnya, masing-masing mempunyai hanya satu pribadi. Namun hal ini tidak boleh diterapkan pada Allah, karena Allah adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk manusia maupun yang lainnya. Allah adalah makhluk yang unik, yang tidak ada duanya di seluruh jagad raya. Apa yang lazim bagi kita tidak berarti harus lazim bagi Allah juga, dan apa yang lazim bagi Allah tidak harus lazim bagi kita. Keunikan Allah membuka kemungkinan bahwa Allah itu merupakan sesuatu yang kita tidak bisa dapatkan persamaannya di dunia ini. Dan salah satu bukti keunikan Allah adalah ke-Tritunggal-anNya itu. Bahwa kita tidak dapat mengerti Allah justru membuktikan bahwa Ia adalah Allah, yaitu yang lebih tinggi dan agung dari kita, yang ada di atas kita. Jikalau kita dapat sepenuhnya mengerti Allah, maka Ia tidak lagi layak dipanggil Allah, karena Ia sudah dapat "dimasukkan" ke dalam otak kita yang kecil ini. Doktrin Tritunggal dapat kita terima walaupun tidak dapat kita pahami sepenuhnya karena doktrin ini tidak melawan akal dan logika, melainkan berada di atas/melebihi logika. Doktrin Tritunggal menunjukkan Allah sebagai Allah yang lebih besar dari kita ciptaanNya, yang tidak dapat dikotakkan ke dalam otak dan pengertian kita yang demikian terbatas.

Kata "Tritunggal" tidak pernah muncul dalam Alkitab. Hal ini menyebabkan banyak orang menyangkal doktrin ini dengan berdalih bahwa ajaran ini tidaklah Alkitabiah. Walaupun Alkitab tidak pernah secara gamblang mendefinisikan Tritunggal dan menerapkannya pada Allah, namun di seluruh Alkitab tercatat berbagai fakta tentang Allah yang jikalau dipertimbangkan bersama-sama, akan menunjukkan ke-Tritunggal-an Allah. Salah satu cara untuk memperlihatkan ajaran Tritunggal dalam Alkitab adalah dengan mengikuti langkah-langkah logika berikut:

  1. Alkitab mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah (Allah itu esa/tunggal): Ul 4:35, 39; 6:4; 32:39; II Sam 22:32; Yes 37:20; 43:10, 11; 44:6-8; 45:5, 14, 21-22; 46:9; Mark 12:29; Yoh 5:44; Rom 3:30; 16:27; I Kor 8:4-6; Gal 3:20; Ef 4:6; I Tim 1:17; 2:5; Yak 2:19; Yud 25
  2. Alkitab mencatat satu pribadi dari Allah yang dipanggil "Bapa": Yoh 17:3; I Kor 8:6
  3. Alkitab mencatat bahwa Yesus adalah Allah: Yes 9:6; Yoh 1:1; 8:58; 10:30; 20:28; Rom 9:5; Tit 2:13; Ibr 1:8; II Pet 1:1; I Yoh 5:20
  4. Alkitab mencatat bahwa Roh Kudus adalah Allah: Kis 5:3-4; II Kor 3:17-18
  5. Oleh sebab Alkitab mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah, dan Alkitab juga menyebut tiga pribadi yang berbeda-beda - Bapa, Yesus (Anak) dan Roh Kudus - sebagai Allah, maka dapat disimpulkan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa Allah yang esa itu mempunyai tiga pribadi yang berbeda (Bapa, Anak, Roh Kudus), dan bahwa ketiga pribadi itu adalah Allah; dengan kata lain, Alkitab mengajarkan doktrin Tritunggal.

Jabaran di atas tentang doktrin Allah Tritunggal tidaklah dimaksudkan sebagai suatu jabaran yang lengkap dan cermat. Namun demikian diharapkan agar apa yang telah disampaikan dapat membuka sedikit wawasan tentang doktrin yang penting ini. Pesan utama dari makalah ini adalah bahwa doktrin Tritunggal adalah suatu doktrin yang logis, yang dapat diterima oleh setiap orang yang rela memakai pikirannya dengan jujur. Juga, bahwa doktrin ini adalah doktrin yang Alkitabiah, bukan ciptaan pemikir Kristen belaka. Selebihnya, setiap pembaca dituntut untuk mendalami doktrin ini agar dapat mengenal Allah dengan lebih baik lagi.

Catatan: Selesai pada 20/07/1996. Penggunaan istilah "makhluk" pada Allah dalam artikel ini mungkin dapat menimbulkan kesan bahwa Allah adalah ciptaan seperti kita makhluk manusia, tetapi sebenarnya bukan begitu maksudnya, melainkan istilah "makhluk" untuk Allah lebih dimaksudkan untuk merujuk pada esensi Allah. Saya sekarang lebih suka menghindari pemakaian istilah ini pada Allah.

Sabtu, Januari 19, 2008

JEMAAT YANG MELAYANI

Banyak orang Kristen menganggap bahwa pelayanan yang berhubungan dengan gereja adalah tugas dari gembala jemaat, majelis gereja, atau pengurus saja. Mereka berpendapat bahwa sekelompok orang ini berkewajiban untuk menyambut pengunjung kebaktian yang baru, menelepon orang yang sudah lama tidak kelihatan, pergi berkunjung, dan lain sebagainya, sedangkan mereka hanya datang setiap minggu, duduk mengikuti ibadah, lalu pulang ke rumah masing-masing. Apakah sikap seperti ini benar? Dapatkah gereja Tuhan berkembang dengan pesat jikalau jemaatnya mempunyai mentalitas seperti ini? Bagaimanakah prinsip Alkitab mengenai masalah ini?

Menurut Peter Wagner, seorang ahli dalam hal perkembangan gereja, sebuah gereja dapat berkembang dengan pesat jikalau gembala dan jemaatnya memegang peranan mereka yang seharusnya. Apakah peranan pendeta dan jemaat? Peranan pendeta dan aparat gereja adalah sebagai pelengkap, sesuai dengan Surat Efesus 4:12. Maksudnya, mereka memperlengkapi anggota jemaat yang lainnya supaya jemaat dapat melayani dengan benar dan baik. Peranan setiap anggota jemaat adalah melayani. Maksudnya, merekalah yang seharusnya memegang pelbagai pelayanan yang ada di dalam gereja demi pembangunan tubuh Kristus, sesuai dengan bagian terakhir dari Efesus 4:12. Jikalau pembagian peranan ini dilakukan dengan baik, maka gereja Tuhan dapat berkembang dengan sangat pesat.

Apakah kata Alkitab tentang hal ini? Di dalam I Korintus 12, Rasul Paulus menyamakan jemaat Tuhan dengan tubuh manusia. Beliau menguraikan bahwa tubuh kita mempunyai berbagai macam anggota, misalnya kaki, tangan, telinga, mata, dan lain sebagainya. Semua bagian ini mempunyai fungsinya masing-masing. Mereka harus bekerja dengan normal supaya tubuh kita sehat. Jikalau salah satu saja tidak bekerja seperti yang seharusnya, seluruh tubuh kita akan menderita. Kemudian, Rasul Paulus menulis,"Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (I Korintus 12:27). Kalimat ini menyatakan bahwa kita semua, sebagai anggota gereja, adalah seumpama anggota-anggota sebuah tubuh. Kita masing-masing mempunyai fungsi di dalam gereja. Dan sebagaimana anggota-anggota tubuh harus aktif bekerja demi tubuh yang sehat, demikian juga setiap anggota jemaat harus aktif melayani demi pembangunan tubuh Kristus. Jikalau kita menanggungkan semua pelayanan kepada sekelompok orang saja, maka gereja kita tidak akan menjadi sehat.

Sekarang, bagaimanakah kita sebagai jemaat dapat melayani? Rasul Paulus, di dalam I Korintus 12 juga, menyatakan bahwa setiap dari pada kita sudah Tuhan anugerahi pelbagai karunia. Ada yang mempunyai karunia untuk berkata-kata dengan hikmat atau pengetahuan, karunia mengajar, karunia penyembuhan, dan lain-lain. Dengan memakai karunia kita masing-masing, kita dapat melayani Tuhan dengan efektif. Jadi sekarang, kita perlu menganalisa diri kita sendiri supaya kita tahu karunia apa saja yang Tuhan sudah percayakan kepada kita. Sesudah itu, kita harus bersedia untuk memakai anugerah Tuhan ini, bersama dengan jemaat yang lainnya mengambil bagian di dalam pelayanan gereja.

Marilah kita mulai melihat gereja kita. Apakah gereja ini adalah gereja yang sehat dan berkembang? Marilah kita menilai diri kita sendiri. Apakah kita, sebagai anggota jemaat, sedang memakai karunia kita dan melayani dengan aktif? Ingatlah bahwa gereja yang sehat adalah gereja di mana pelbagai pelayanan dipegang oleh anggota jemaat, bukan oleh sekelompok orang saja. Gembala jemaat berfungsi untuk memperlengkapi dan anggota jemaat berfungsi untuk melayani. Marilah kita mulai mencari tahu karunia yang kita miliki, lalu bersama-sama kita membangun tubuh Kristus dengan giat. Jikalau semua jemaat turun ke lapangan pelayanan, niscaya gereja kita akan berkembang dan nama Tuhan akan ditinggikan.

Catatan: Saya tidak ingat kapan artikel ini ditulis.