Selasa, Oktober 20, 2009

ALKITAB, IMAN DAN IMAMAT

Bulan Oktober sudah tiba. Di toko-toko mulai dijual kostum‑kostum yang "nyentrik". Tak lama lagi, yaitu pada tanggal 31 Oktober, adalah hari Halloween. Tetapi banyak orang Kristen tidak sadar bahwa pada hari yang sama di tahun 1517, seorang biarawan bernama Martin Luther memaku selembar kertas di pintu
gereja di Wittenberg, Jerman. Isi dari kertas itu menimbulkan perdebatan dan kerusuhan, dari mana kemudian lahir suatu gerakan bersejarah yang disebut Reformasi.

Kita dapat belajar kebenaran Alkitab yang diperjelas oleh pendukung-pendukung Reformasi. Namun ruang yang sempit ini hanya memungkinkan kita untuk meninjau 3 konsep saja, yaitu "sola scriptura", "sola fide", dan keimaman orang percaya.

"Sola scriptura" berarti "hanya Kitab Suci." Konsep ini mengajarkan bahwa hanya Alkitab yang dapat menjadi dasar dari setiap doktrin yang dipercaya oleh orang Kristen. Tidak ada buku lain, tradisi, ataupun pemikiran siapa pun yang dapat menjadi landasan dari iman kita selain Kitab Suci. Bahkan kita tak dapat mengaku Kristen hanya karena kita merasa sudah diselamatkan atau merasa "dekat dengan Tuhan". Ke-Kristen-an mempunyai dasar di dalam pengenalan (intelek) kita akan Allah yang menyatakan Diri melalui FirmanNya dan reaksi kita terhadap pengenalan ini (percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat). Jadi, iman kita haruslah berdasar pada Alkitab.

Karena Alkitab adalah dasar iman kita, kita harus rajin mempelajari buku ini. Hanya membaca beberapa ayat atau perikop, atau merenungkan Our Daily Bread setiap hari tidaklah cukup. Kita harus rajin menggali kebenaran Kitab Suci sehingga kita mengerti doktrin-doktrin yang benar yang harus kita percayai. Hal ini sangat penting, terutama di masa kini yang penuh dengan "rupa-rupa angin pengajaran" (Ef. 4:14). Ada banyak ajaran sesat, bahkan ajaran-ajaran yang berbau Kristen dan "memakai" Alkitab, namun semua itu membawa manusia jauh dari Allah yang benar. Dengan mengokohkan iman kita berdasarkan ajaran-ajaran Alkitab yang murni, kita dapat bertahan melawan serangan "rupa-­rupa angin pengajaran" ini dan menolong teman-teman kita yang sedang tersesat.

Hal kedua yang kita akan pelajari adalah konsep "sola fide", yang berarti "hanya iman". Konsep ini mengajarkan bahwa kita diselamatkan hanya dengan iman dan bukan dengan perbuatan (Rom. 3:28; Ef. 2:8,9). Walaupun kita bekerja keras supaya kita berkenan di hadapan Allah, ataupun kita merasa pasti masuk Surga karena kita selalu berbuat hal-hal yang baik dan terpuji, namun tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan menerimaNya sebagai Juruselamat, kita tidak akan selamat.

Ketika menerima Tuhan Yesus dengan iman, Dia masuk ke dalam hati kita. Tapi sayangnya, sering kali kita membiarkan Dia hanya sebagai tamu, sedangkan yang menguasai hidup kita adalah diri kita sendiri. Padahal Dia adalah Allah, Raja dari segala raja, yang seharusnya juga menjadi raja atas hidup kita. Akibatnya, hidup kita tidak berbuah. Perbuatan-perbuatan kita tak ada bedanya dengan orang-orang yang bukan Kristen, bahkan ada yang lebih buruk dan menjadi batu sandungan. Kita harus radar akan hal ini, bertobat dan menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan, membiarkan Dia menguasai dan menuntun kita setiap waktu. Dengan demikian, kita akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan berkenan pada Allah; bukan perbuatan-perbuatan yang menyelamatkan, tetapi perbuatan-perbuatan yang lahir dari iman kita kepada Yesus.

Hal yang terakhir adalah konsep keimaman orang percaya (I Pet. 2:5,9), yang mengajarkan bahwa setiap orang Kristen adalah seorang imam. Imam dalam Alkitab mempunyai kewajiban untuk membawakan persembahan kepada Tuhan. Jadi, kita sebagai imam juga berkewajiban untuk membawakan persembahan kepada Tuhan.

Persembahan yang dibawakan oleh imam-imam dalam Alkitab ditujukan untuk penyucian dosa diri mereka sendiri dan seluruh bangsa Israel. Tetapi kemudian Yesus datang dan mati di kayu salib. Kematian ini adalah korban persembahan yang menyucikan dosa orang Kristen selama-lamanya. Oleh karena itu, kita sebagai imam tidak lagi membawakan persembahan demi penyucian dosa, melainkan sebagai tanda syukur atas keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah sendiri. Alkitab memberikan contoh-contoh persembahan yang praktis. Roma 12:1 mengajak kita untuk "mempersembahkan tubuh" kita kepada Allah. Ini berarti kita harus memakai segala kekuatan, kesehatan dan kemampuan tubuh kita untuk melayani Dia. Kita juga harus menjaga kemurnian pikiran dan hati kita, karena pikiran dan hatilah yang mendorong segala perbuatan tubuh kita (Mat. 15:19). Ibrani 13:15 mengajarkan kita untuk "mempersembahkan korban syukur kepada Allah". Kita patut untuk selalu mengucap syukur, dalam senang dan susah, gembira dan sedih, panas dan dingin. Janganlah kita terlalu mudah mengeluh, tetapi "mengucap syukurlah dalam segala hal" (I Tes. 5:18). Lebih spesifik lagi, ayat ini mengajarkan kita untuk mempersembahkan “ucapan bibir yang memuliakan namaNya". Kita patut memakai kata-­kata kita untuk meninggikan nama Tuhan, bukan untuk gosip, atau mencerca orang lain, atau menjatuhkan orang lain. Ibrani 13:16 mengingatkan kita untuk "berbuat baik dan memberikan bantuan", jadi melayani kebutuhan orang lain. Untuk membawa persembahan ini, kita harus rela mengorbankan waktu dan tenaga kita. Kita tidak boleh hanya memikirkan uang, pelajaran, pekerjaan dan kepentingan diri sendiri saja. Kita harus memikirkan keperluan orang lain juga, dan mengulurkan bantuan kepada mereka. Ini semua adalah kewajiban kita sebagai imam.

Empat abad yang lalu, gerakan Reformasi dilahirkan dan kebenaran Alkitab dinyatakan kembali. Sekarang, di abad ke-20, masihkah kita mengikuti ajaran-ajaran Alkitab yang murni? Adakah kita rajin mempelajari Kitab Suci, menjadikan satu-satunya dasar kepercayaan kita? Adakah kita menjadikan Allah raja atas hidup kita, membiarkan Dia memimpin kita setiap saat sehingga hidup kita berbuah? Adakah kita menjalankan kewajiban kita sebagai imam, mempersembahkan seluruh hidup kita dan apa yang kita lakukan sebagai persembahan yang memperkenankan Tuhan dan demi kebaikan orang lain? Marilah kita mengevaluasi diri kita di hadapan Allah dan kembali menjalankan apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita. Amin.


Catatan: Artikel ini saya tulis ketika masih ada di AS, menjelang satu peringatan hari Reformasi / Halloween

Selasa, Oktober 06, 2009

MENJAWAB PERTANYAAN - PROBLEM OF EVIL - Bagian 3

e) Sekarang kita lanjutkan ke pertanyaan 2). Untuk ini kita sekali lagi meng-afirmasi-kan bahwa Allah tetap peduli dan bekerja dalam dunia ini. Setelah selesai mencipta, Allah turut berperan dalam perjalanan sejarah ciptaanNya. Hal ini sekali lagi merupakan iman yang didasarkan atas kesaksian Alkitab.
f) Jikalau Allah memang masih aktif, mengapa Ia tidak bertindak? Pertanyaan ini berangkat dari asumsi yang keliru, bahwa Allah tidak bertindak terhadap berbagai kejahatan yang ada di dunia. Sesungguhnya Allah sudah dan sedang dan akan bertindak terhadap kejahatan di seluruh dunia. Sebagai contoh, simak kisah air bah Nuh, menara Babel, dan berbagai kisah lain dalam Alkitab tentang penghukuman Allah atas dosa-dosa pribadi maupun sekelompok masyarakat. Kisah-­kisah ini menyaksikan bahwa Allah tidak tinggal diam di hadapan kejahatan. Contoh yang lebih kontemporer bisa kita lihat dalam sistem pengadilan di setiap negara, adanya penjara sebagai tempat hukuman bagi pelanggar hukum, praktek ganjaran pada anak-anak sekolah yang nakal, dan lain-lain, semua ini bisa dimengerti sebagai refleksi hukuman Allah atas kejahatan (bandingkan dengan Rom 13:1-3). Jadi sesungguhnya sepanjang sejarah Allah bertindak terhadap kejahatan, namun harus diakui bahwa Allah memang belum bertindak secara tuntas. Maka yang harusnya menjadi pertanyaan bukanlah mengapa Allah yang sempurna tidak bertindak melawan kejahatan, melainkan mengapa selama ini Allah belum juga menindak kejahatan secara tuntas. Yang harusnya dipertanyakan bukan fakta tindakan Allah terhadap kejahatan, melainkan kualitas dari tindakan Allah tersebut.
g) Masalah "tidak tuntasnya tindakan Allah terhadap kejahatan" itu sendiri harus dikaji dari dua sudut. Pembedaan sudut pandang ini timbul dari aspek kejahatan yang ada di pikiran kita ketika kita mempertimbangkan masalah ini. Apa yang kita maksudkan dengan "kejahatan"? Apakah sekedar contoh-contoh seperti pelecehan, perampokan, pembunuhan, aniaya, dan semacamnya? Jikalau ini yang ada di benak kita, maka benarlah bahwa Allah dikatakan belum menindak kejahatan secara tuntas, karena pada kenyataannya segala contoh di atas masih tetap riil dan subur di sekitar kita. Tetapi jikalau kita mempertimbangkan kejahatan dari sumbernya, yaitu dosa manusia, maka sesungguhnya Allah sudah tuntas dalam tindakanNya. Melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib dan kebangkitanNya dari antara orang mati, Allah telah sekali untuk selamanya mengalahkan dan menghancurkan dosa. Dosa sudah kehilangan sengat dan kuasanya. Jikalau kita melihat dosa sebagai kejahatan yang ultimate, yaitu sumber dari segala contoh kejahatan yang kita lihat di sekitar kita, atau dengan kata lain segala contoh kejahatan adalah efek dari dosa, maka dari sudut ini harus dikatakan bahwa Allah sudah tuntas dalam tindakanNya terhadap kejahatan.
h) Akhirnya kita sampai pada bagian yang paling membingungkan dari seluruh pertanyaan ini, yaitu kontras antara ke-belum-tuntas-an tindakan Allah terhadap kejahatan dengan sifat maha­sempurna dari Allah sendiri. Di sini kita harus kembali pada iman kita atas dasar kesaksian Alkitab sebagaimana telah disebutkan di butir a), bahwa Allah harus dipercaya sebagai Allah yang maha-sempurna. Hal ini tidak boleh ditawar lagi, atas dasar otoritas Firman Allah sendiri. Jadi, belum tuntasnya tindakan Allah bukan berarti Allah sudah mencoba menuntaskannya namun tidak bisa (Allah tidak maha-kuasa), atau Allah kurang mengasihi kita sehingga tidak mau menuntaskan tindakanNya (Allah tidak maha-kasih), atau Allah tidak tahu apa yang sedang terjadi sehingga Ia lalai bertindak (Allah tidak maha-hadir atau tidak peduli). Berangkat dari keyakinan akan sifat kesempurnaan Allah, kita harus melihat bahwa Allah belum menindas kejahatan secara tuntas karena Ia mempunyai alasan-alasanNya sendiri. Kita sebagai manusia tidak boleh berharap dapat mengerti seluruh pertimbangan dan alasan Allah, karena pemikiran dan bijaksana Allah jauh melebihi manusia yang terbatas (Yes 55:8). Jadi pada akhirnya kita harus puas dengan beberapa altematif penjelasan, antara lain:
· Allah belum menindak tuntas kejahatan untuk menunjukkan kepada dunia sepanjang masa akan akibat dan dosa, bahwa bagi manusia dan alam semesta yang ada di luar diriNya hanya ada kesengsaraan dan penderitaan.
· Allah ingin memakai kejahatan yang menimpa seorang anakNya sebagai pelajaran untuk memperteguh imannya maupun untuk merendahkan kesombongannya (Ibr 12:7-11).
· Penundaan Allah menunjukkan kesabaranNya yang maha-panjang atas manusia yang terus lari dariNya dan tidak mau kembali. Ia terus memanggil dan memberi kesempatan kepada manusia untuk kembali sebelum Ia nanti memutuskan perjalanan sejarah manusia.
· Allah masih menunggu sampai waktu takaran kejahatan manusia penuh, sehingga nyata bahwa penghakiman Allah itu adil dan tidak prematur, bahwa kejahatan manusia sudah cukup matang untuk menerima ganjaran yang tuntas (Rom 2:5-6).
i) Bahwasanya Allah akan suatu hari kelak menindak tuntas kejahatan yang ada, sebagai realisasi dan ketuntasan tindakanNya terhadap sumber kejahatan itu sendiri, yaitu dosa, merupakan pengharapan yang ultimate bagi anak-anak Tuhan di dalam menghadapi segala kejahatan yang ada. Kita tahu Allah mempunyai tujuan di dalam membiarkan kejahatan terjadi pada kita, dan kasih serta kuasaNya akan terus menopang kita di dalam menghadapi segala kejahatan itu. Namun kita juga tahu bahwa kejahatan tidak akan menelan habis kita, karena pada akhirnya Allah akan menindak tuntas segala kejahatan yang ada. Pertanyaan 2) di atas dapat dilihat sebagai pertanyaan yang dilontarkan terlalu pagi (prematur), pertanyaan yang menjadi tidak relevan ketika dikaji dengan mata yang memandang ke depan, memandang lebih jauh dan kemelut yang kita alami masa ini.

Catatan: Artikel ini adalah sebagian dari makalah tanya-jawab yang disusun dalam rangka pembinaan Guru Sekolah Minggu di GKI Pinangsia, Jakarta. Pertanyaan nomor 2 dan 3 akan menyusul ditayangkan di kemudian hari.

Minggu, Oktober 04, 2009

MENJAWAB PERTANYAAN - PROBLEM OF EVIL - Bagian 2

Sebagai jawaban, mari kita menelusuri butir-butir berikut.
a) Allah memang maha-sempurna, yang di dalamnya termasuk maha-kuasa, maha-kasih, dan sifat­-sifat lainnya yang "positif” dengan kualitas "maha". Ini merupakan iman kita sebagai orang Kristen, iman mana didasarkan pada kesaksian Alkitab.
b) Kejahatan itu ada dan riil dalam kehidupan di dunia ini. Ini suatu fakta yang bisa dibuktikan secara empiris. Cukup dengan membaca koran, mendengar berita, dan lain usaha serta melihat pengalaman hidup sendiri dan orang-orang di sekitar kita, kita dapat melihat fakta adanya kejahatan yang riil dan bukan ilusi.
c) Kejahatan bukanlah suatu benda atau makhluk, melainkan kejahatan harus dimengerti sebagai suatu sifat atau kualitas, yaitu kualitas "kurang dari sempurna." Segala yang kurang dari sempurna bisa kita katakan mempunyai sifat "jahat"; misalkan, bayi yang lahir cacat, kurang dari kesempurnaan seorang bayi normal, bisa dikatakan kejahatan; pemerkosaan, yaitu kurang kesempurnaan moral, termasuk kejahatan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kejahatan bukanlah sesuatu yang diciptakan, melainkan suatu kategori kualitas dari hal-hal yang diciptakan. Jadi, Allah tidak dapat dituduh sebagai pencipta kejahatan, atau sengaja menciptakan ketidaksempurnaan. Ini menjawab sebagian dari pertanyaan 1).
d) Bagian dari kesempurnaan karya cipta Allah adalah kehendak bebas yang sempurna yang diberikan dalam diri manusia, makhluk ciptaanNya yang terakhir dan paling tinggi. Kehendak bebas yang sempurna memungkinkan manusia secara bebas memilih di antara beberapa altematif. Tetapi justru dengan adanya kehendak bebas ini juga memungkinkan manusia untuk memilih yang kurang sempurna, yang tidak seharusnya dipilih. Tindakan inilah yang tergolong kejahatan. Jadi, kehendak bebas yang diciptakan Allah itu sempurna, tetapi kesempurnaan ini membuka peluang untuk memilih hal yang tidak sempurna, tindakan mana adalah ketidaksempurnaan, yaitu kejahatan itu sendiri. Pada waktu manusia pertama Adam dan Hawa memilih untuk makan buah pengetahuan baik dan jahat (pilihan yang tidak sempurna), dan dengan demikian memilih untuk melanggar pesan Allah (pilihan yang sempurna), maka pada saat itulah lahir kejahatan, bukan oleh ciptaan Allah, melainkan oleh pemakaian kehendak bebas yang sempurna yang dikaruniakan Allah bagi manusia. Dengan demikian kita sudah dapat menjawab pertanyaan 1) dengan tuntas. Allah tidak menciptakan kejahatan, dan Allah tidak menciptakan sesuatu yang pada mulanya mengandung kejahatan. Yang Allah ciptakan semuanya sempurna, termasuk kehendak bebas yang diberikan kepada manusia. Kejahatan timbul karena penyalahgunaan kehendak bebas yang asalnya sempurna itu.

Bersambung ke bag 3