Jumat, Januari 23, 2009

IMLEK - Bagian 3

7. Hari pertama Imlek, orang sembahyang pada para dewa. Ada juga yang hari itu tidak makan daging, dengan harapan mendapat umur panjang dan bahagia hidupnya. Hari kedua, sembahyang sambil memanjatkan doa kepada para dewa dan leluhur. Ada juga yang percaya bahwa hari kedua adalah hari jadi semua anjing, jadi hari itu anjing diperlakukan ekstra baik dan diberi makan yang cukup dan enak-enak. Hari ketiga dan keempat adalah hari untuk para menantu laki-laki untuk mengunjungi dan menghormati mertuanya. Selain itu hari keempat adalah juga hari kembalinya para dewa dari surga ke bumi, maka orang menyambut lagi dengan sesajen dan sebagainya, supaya para dewa senang dan melimpahkan rejeki dan berkah surgawi. Hari kelima sampai kesepuluh adalah waktu untuk saling berkunjung dan sembahyang di kuil memohon hoki dan kekayaan. Hari ketujuh dipercaya sebagai hari jadi manusia, maka orang makan mie sebagai tanda umur panjang dan ikan mentah sebagai tanda sukses. Hari kedelapan dirayakan oleh orang di Fujian dengan kumpul keluarga dan makan-minum, lalu tengah malam dikhususkan untuk sembahyang pada Thien, sang kaisar langit. Hari kesepuluh sampai keduabelas adalah waktu untuk mengundang teman dan keluarga untuk makan malam bersama. Hari ketigabelas, setelah hampir dua minggu terus makan enak, tiba saatnya untuk hanya makan bubur dan sayuran. Hari keempatbelas, orang mempersiapkan pesta lentera atau lampion, yang dilakukan pada hari kelimabelas, hari terakhir perayaan Imlek. Tanggal 15 bulan pertama adalah bulan purnama yang pertama kali dalam tahun baru itu, maka orang-orang merayakannya dengan spesial. Terutama orang-orang Canton dan Tiociu, mereka membuat banyak lampion dengan berbagai bentuk dan ukuran dan warna, ditaruh lilin di dalamnya. Malam harinya semua lampion dipamerkan jadi suasana begitu indah. Ada juga kebiasaan gadis-gadis melempar jeruk ke sungai dan menghanyutkan lentera di atas daun lotus di sungai, dengan harapan bisa mendapatkan calon suami yang baik.

8. Selain rangkaian perayaan Imlek di atas, ada juga hal-hal lain yang dilakukan orang dalam merayakan Imlek. Rumah harus dibersihkan sebelum hari Imlek. Pada malam sebelum Imlek, semua sapu, sikat, dan sebagainya harus disimpan. Pada hari pertama tahun Imlek orang tidak boleh menyapu atau membersihkan, karena takut sewaktu menyapu rejeki juga ikut tersapu dan terbuang. Mulai hari kedua orang baru boleh menyapu, tetapi sampahnya tidak boleh dibawa keluar, melainkan ditaruh di pojok rumah, dan juga tidak boleh terinjak, supaya rejeki tetap ada di rumah dan tidak hilang. Sampai tanggal lima sampah baru boleh dibuang keluar, dan itupun harus dibawa lewat pintu belakang rumah, tidak boleh lewat pintu depan. Kemudian rumah juga dihias. Selain dengan pita-pita merah, kadang-kadang bertulisan puisi, juga dihias dengan vas bunga mekar, piring berisikan jeruk dan nampan berisikan permen atau manisan buah kering. Dalam penafsiran Tionghoa, bunga berarti kekayaan dan kemajuan karir, mekar berarti kelahiran dan pertumbuhan, buah jeruk berarti kebahagian yang berlimpah. Maka secara etika Tionghoa orang membawa buah jeruk sewaktu berkunjung Imlek, apalagi kalau masih ada daunnya yang menempel, itu pertanda hubungan baik tetap terpelihara. Kemudian nampan permen itu biasanya berbentuk bulat atau segi delapan, dan itu berarti nampan kebersamaan. Orang dewasa yang mengambil permen dari sana biasanya menaruh angpau di tengah nampan. Hutang-hutang juga perlu dilunasi sebelum Imlek, dan orang juga tidak boleh memberi hutang pada orang lain pada hari Imlek, sebab kalau tidak uangnya akan terus dipinjam orang selama setahun itu. Orang juga tidak boleh bicara kata kotor atau yang negatif, tidak boleh bercerita tentang hantu, tidak boleh bilang si, yaitu angka empat yang kedengarannya seperti kata mati, dan tidak boleh bicara soal masa lalu karena nanti bisa kembali ke masa lalu dan tidak bisa maju ke tahun baru. Orang juga tidak boleh menangis di hari Imlek karena kalau tidak ia akan terus menangis setahunan. Maka biasanya anak-anak tidak dihukum walaupun nakal bagaimanapun. Rambut juga tidak boleh dicuci karena kuatir akan melunturkan hoki. Secara umumnya, semua perilaku dan suasana di hari Imlek akan menjadi perilaku dan suasana yang berlaku selama setahun, maka di hari Imlek semua harus sopan, baik, gembira, memakai baju baru dan bagus, sepatu bagus, dan seterusnya, supaya selama satu tahun mereka bisa hidup bahagia.

9. Jadi bagaimana kita sebagai orang Kristen menanggapi perayaan Imlek? Boleh tidak ikut merayakan Imlek? Boleh saja, asalkan hanya sebagai tradisi dan tidak ikut aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai dengan iman Kristen. Kita boleh saja ikut menyambut tahun baru menurut kalender orang Tionghoa, ikut makan-makan dan bersukacita. Tetapi jangan ikut sembahyang pada para dewa ataupun leluhur, atau melakukan tahyul-tahyul lainnya seperti masalah menyapu, dan sebagainya. Imlek adalah bagian dari budaya Tionghoa, dan kita sebagai keturunan Tionghoa harus juga menghargai budaya yang sudah lebih tua dari budaya barat itu. Tetapi kita sebagai anak Tuhan dan anak terang harus juga menerangi apa-apa yang gelap dalam kebudayaan. Sekarang kalian sudah tahu apa itu Imlek, apa-apa yang bisa diterima dan apa-apa yang tidak bisa diterima karena tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Dengan itu, sekali lagi kung si fat choi, dan semoga kalian terus bertumbuh di dalam Tuhan di tahun 2551 ini!

Catatan: Ini adalah bahan pelajaran untuk kelas PraRemaja Komisi Anak GKI Pinangsia, disampaikan sekitar waktu Imlek tahun 2000.

IMLEK - Bagian 2

4. Perayaan Imlek itu sendiri punya legenda-nya. Konon di zaman dulu di Tiongkok ada satu monster yang hidup di ketinggian gunung-gunung, namanya Nien. Kalian tahu apa artinya nien dalam bahasa Mandarin? Artinya tahun. Dan monster ini dinamai Nien atau tahun karena setiap tahun ia turun dari pegunungan ke desa-desa di Tiongkok dan akan memangsa setiap manusia yang ia temukan, baik itu laki atau perempuan, tua atau muda, besar atau kecil, semua yang namanya manusia akan dimakan. Maka setiap tahun, kalau sudah waktunya Nien akan turun gunung, orang-orang akan bersembunyi dalam rumah, dan di dalam rumah mereka persiapkan makanan dan minuman, dan mereka makan minum sepuasnya karena mungkin ini kali terakhir mereka bisa makan minum, karena mungkin saja sebentar lagi mereka jadi mangsa Nien. Kalau mereka bisa lewati malam itu sampai besok pagi, berarti Nien sudah kembali ke gunung dan mereka selamat, maka mereka keluar dan saling mengucap selamat dan bergembira, itulah dianggap hari pertama tahun baru. Suatu ketika, sewaktu Nien datang, ada satu anak yang ketinggalan di jalan. Anak ini kebetulan memakai baju merah. Orang-orang begitu tegang melihat anak ini ketika Nien datang mendekati, tetapi ketika diperhatikan ternyata Nien tidak berani dekat-dekat anak ini. Kemudian anak itu membakar petasan dan melempar ke Nien, ternyata Nien jadi ketakutan dan lari. Melihat itu orang-orang yang tadinya mengintip dari jendela dan pintu rumah, segera keluar sambil berteriak-teriak dan memukul-mukul kaleng, drum, kentongan, dan lain-lain, berusaha mengusir Nien dengan suara gaduh. Akhirnya Nien pergi dan ternyata tidak pernah kembali lagi. Sejak itulah sewaktu Imlek orang merayakannya dengan gegap gempita, sambil membakar petasan di mana-mana. Warna merah juga jadi warna utama Imlek, maka di mana-mana, termasuk di ambang-ambang pintu digantung kain-kain merah, kadang-kadang dengan tulisan-tulisan puitis. Selain untuk mengingat bahwa warna merah adalah warna yang ditakuti Nien, merah juga menggambarkan musim semi karena sastrawan Tiongkok sering menggambarkan musim semi sebagai musim yang serba merah, dan juga merah menjadi warna hoki. Selain itu juga ada tarian barongsai. Barongsai itu sebenarnya menggambarkan Nien, yang kemudian digambarkan seperti seekor singa karena singa itu raja dari semua hewan. Di dalam perkembangannya barongsai itu tidak dianggap jahat seperti Nien, melainkan bahkan pembawa hoki dan akan mengusir bencana, malapetaka dan roh-roh jahat di tempat-tempat yang ia kunjungi. Di banyak masyarakat Tionghoa, sewaktu Imlek, mereka undang tari barongsai ke rumah atau toko mereka. Barongsai itu akan masuk ke sana, ke setiap ruang, yang berarti membawa hoki dan mengusir petaka dari rumah atau toko itu. Lalu di depan pintu orang menggantung daun hijau dan angpau. Barongsai itu akan menangkap dan melahap daun dan angpau itu, lalu sambil berbaring ia seperti mengunyah, lalu daun itu dimuntahkan keluar, yang artinya kelimpahan segalanya di tahun yang baru.

5. Perayaan Imlek itu bukan perayaan satu hari saja, melainkan 15 hari yaitu tanggal 1 sampai 15, atau bahkan ada yang tarik sampai 22 hari atau 3 minggu. Itu karena ada satu peristiwa yang terjadi seminggu sebelum Imlek, yang nantinya berhubungan dengan Imlek itu sendiri. Menurut kepercayaan orang Tionghoa, tanggal 23 bulan 12 Imlek adalah waktunya para dewa yang tinggal di bumi untuk kembali ke surga, melapor pada Thien, yaitu dewa yang tertinggi atau kaisar langit. Maka orang-orang Tionghoa mengantar kepergian para dewa ini dengan hio, sesajen, dan lain-lain. Salah satu dewa yang pulang itu adalah Tjiao Kun Kong atau dewa dapur. Ia ini adalah dewa yang tugasnya mengawasi kelakuan dan perbuatan dari orang-orang serumah. Menurut sejarahnya dewa ini dulunya adalah kecoa. Orang dulu memperhatikan bahwa kecoa sering muncul di dapur, lalu mereka juga perhatikan kecoa ini seperti berpakaian merah dan penampilannya seperti wanita cantik, entah bagaimana bisa dapat gambaran begini. Akhirnya kecoa bukannya diusir atau dibunuh, malah dihargai. Kemudian ada seorang kaisar yang namanya Kaisar Yan, yang berjasa menemukan cara membuat api. Sebelum mangkat ia berpesan agar semua orang menghormati dewa dapur. Sejak itulah orang Tionghoa mulai meningkatkan status kecoa menjadi dewa, dan diberi nama Tjiao Kun Kong atau dewa dapur. Nah, bersama dengan rekan-rekan dewa lainnya, dewa dapur ini kembali ke surga untuk melapor kepada atasannya Thien setiap 23/12. Dan karena ia bertugas melaporkan perilaku setiap orang di rumah, maka orang Tionghoa mengantarnya dengan lebih istimewa, dibakari hio, dikasih berbagai makanan lezat dan minuman, buah-buahan, dan sebagainya. Tujuannya adalah supaya dewa dapur senang, jadi memberi laporan yang baik-baik pada Thien. Ada juga yang persembahkan minuman keras, supaya selain kekenyangan dewa dapur juga jadi mabuk, sehingga tidak bisa kasih laporan apa-apa, yang baik maupun yang jelek. Di daerah-daerah tertentu ada yang mengolesi madu pada mulut patung dewa dapur, supaya yang ia ucapkan dan laporkan yang manis-manis. Dan ada yang mempersembahkan sejenis kue yang lengket, supaya ketika dewa dapur makan kue itu mulutnya lengket dan tidak bisa bicara. Maka jadilah cerita yang dikisahkan sastrawan kuno, menggambarkan dewa dapur naik kereta awan yang ditiup angin, sambil makan minum sepanjang jalan, sehingga setibanya di surga ia laporkan yang baik-baik saja atau tidak mampu memberi laporan karena perut kenyang hati senang, bahkan kekenyangan dan mabuk, atau mulutnya terkunci karena lengketnya kue.

6. Satu hari sebelum Imlek orang mulai mempersiapkan sembahyang besar. Sesajen lengkap disiapkan, misalnya hio, kue, buah, juga termasuk hewan yang disembelih, kadang-kadang 3 macam yaitu babi, ayam dan ikan bandeng, kadang-kadang sampai 5 macam yaitu ditambah bebek dan kepiting. Meja abu juga disiapkan. Hari sebelum Imlek ini orang mulai sembahyang pada para dewa dan leluhur. Bahkan ada tradisi untuk sembahyang sekitar tengah malam tahun baru Imlek, juga waktu subuh hari pertama Imlek. Selain sembahyang keluarga juga berkumpul untuk makan minum, biasanya dengan macam makanan yang lengkap. Di dalam pesta keluarga ini ada juga yang menyiapkan jatah makanan dan tempat untuk anggota keluarga yang sudah meninggal, supaya seluruh keluarga besar, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati bersama-sama berpesta menyambut tahun baru.

Bersambung ke Bagian 3

Kamis, Januari 22, 2009

IMLEK - Bagian 1

1. Selamat pagi semua, dan kung si fat choi! Selamat tahun baru Imlek. Siapa di antara kalian yang kemarin Jumat dan Sabtu ikut merayakan Imlek? Apa yang kalian dan keluarga kalian lakukan dalam merayakannya?

2. Kalian tahu Imlek itu sebenarnya perayaan tahun baru menurut kalender orang Tionghoa. Jadi Imlek itu sama seperti New Year-nya kita dan kebanyakan orang di dunia ini, atau seperti Tahun Baru Hijriah-nya orang Islam. Kalau New Year itu tahun baru menurut kalender orang barat, yang perhitungannya menurut putaran bumi atas matahari, yang disebut sistem solar, sedangkan Imlek itu menurut kalender orang Tionghoa yang perhitungannya menurut putaran bulan, disebut sistem lunar. Kalau menurut New Year kita, kita sekarang ada di tahun 2000. Kalau menurut Imlek, tahun berapa sekarang? Tahun 2551, yang menurut perhitungan shio termasuk tahun naga, maka dianggap tahun ini adalah tahun hoki, karena naga dianggap hewan yang paling besar dan sakti di antara hewan-hewan shio lainnya. Kalau tahun Hijriah 6 April nanti, tahun berapa, ada yang tahu? Tahun 1421. Jadi menarik kan? Dunia baru masuk abad 21 atau milenium 3 atau tahun 2000, tetapi orang Tionghoa sudah setengah milenium lebih dari milenium 3, sedangkan orang Islam masih setengah milenium lebih lagi baru masuk milenium 3. Untung komputer itu termasuk barang baru dan dibuat menurut satu standar yaitu standar internasional, kalau tidak maka orang Tionghoa sudah kena masalah Y2K 551 tahun yang lalu, sedangkan orang Islam masih aman sampai 500-an tahun lagi ke depan.

3. Orang Tionghoa dulunya memakai sistem lunar karena bulan yang paling gampang dipakai sebagai patokan waktu, karena bulan punya bentuk-bentuk yang terus berulang, dari purnama sampai sabit sampai purnama lagi, dan juga bentuk-bentuk bulan itu punya pengaruh tertentu pada alam, misalnya waktu purnama maka air paling pasang, dan lain-lain. Jadi bagi orang Tionghoa kuno yang pekerjaannya kebanyakan bersifat agraris dan maritim – petani, nelayan, dan sebagainya – penanggalan menurut bulan itu berguna bukan saja untuk tahu waktu tetapi juga untuk tahu kapan waktunya menanam dan menuai, kapan waktunya keluar laut dan kembali, dan seterusnya. Selain itu, setiap awal tahun Imlek selalu bertepatan dengan permulaan musim semi, dan dalam tafsiran orang Tionghoa sewaktu musim semi itu seakan alam semesta lahir kembali sesudah kematian selama musim dingin, maka awal tahun yang adalah awal musim semi ini menjadi waktu buat orang bersuka cita. Memang setelah zaman berkembang dan orang beralih dari agraria/maritim ke industri, orang sudah tidak lagi mendapat banyak manfaat dari penanggalan lunar, tetapi Imlek itu sendiri tetap dirayakan karena sudah menjadi tradisi dan bagian dari budaya orang Tionghoa, hanya saja makna-makna alam-nya berubah. Waktu-waktu untuk mencari nafkah dan kelahiran alam semesta itu akhirnya berubah jadi hoki, kemakmuran, kesehatan, dan seterusnya.

Bersambung ke bagian 2

Senin, Januari 19, 2009

KESELAMATAN - IMAN ATAU PERBUATAN ? - Bagian 2

Dengan pengertian yang benar tentang konteks tulisan Paulus dan Yakobus, kita sekarang dapat mempelajari apa maksud Yakobus ketika ia mengajarkan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Yakobus bukannya mengajarkan bahwa iman saja tidak cukup untuk keselamatan, bahwa seseorang harus juga melakukan amal untuk selamat. Yang dia ajarkan adalah bahwa iman yang murni pasti akan nyata dalam bentuk perbuatan yang baik (jikalau waktu dan kesempatan untuk berbuat amal diberikan, tentunya). Dr. Richard Lenski, di dalam uraiannya atas bagian ini, menerangkan bahwa ada 3 macam iman yang sering disebut “iman”, tetapi yang sebenarnya tidak murni, sehingga tidak dapat menghasilkan buah perbuatan. Mereka adalah iman tentang Allah dan keKristenan secara umum (fides generalis), iman yang sekedar tahu dan menerima sejarah ke-Kristen-an (fides historica), dan iman yang sekedar faham akan doktrin ke-Kristen-an, bahkan fasih membicarakannya (fides dogmatica). Ketiga macam iman di atas tidak murni karena mereka hanya tinggal di otak seseorang dan tidak menyerap ke dalam hati. Iman yang murni pertama-tama tinggal di kepala (didengar, direnungkan, dimengerti), lalu harus masuk ke dalam hati (merubah hati, menyadarkan kita, menghasilkan pertobatan), sehingga perbuatan-perbuatan kita berubah sesuai dengan perubahan hati dan karakter kita. Dengan kata lain, iman merubah pengetahuan (knowledge), lalu perasaan/emosi (heart), lalu perbuatan (action). Lenski menulis,”Faith itself cannot be seen; it makes its presence known by a proper confession and by its proper and natural works.”

Iman yang murni kepada Tuhan Yesus adalah iman yang hidup. Martin Luther menulis,”Oh, it is a living, active, energetic, mighty thing, this faith, so that it is impossible that it should not work what is good without intermission.” Iman yang murni selalu akan menghasilkan perbuatan baik. Tidak mungkin seseorang dapat berkata bahwa ia mempunyai iman, sedangkan ia bertindak seperti orang yang tidak beriman (Yak. 2:14-19). Anda mungkin pernah mendengar cerita tentang seorang yang dapat menyeberang sebuah jurang dengan berjalan di atas kawat, ditonton oleh orang banyak. Sebelum dia naik ke atas kawat, dia bertanya kepada penontonnya apakah mereka percaya dia dapat melakukan penyeberangan ini. Semua orang percaya. Kemudian dia bertanya apakah ada seorang dari penonton yang berani menyeberang bersamanya dengan digendong di atas bahunya. Tidak ada seorang pun yang berani. Cerita ini menyatakan iman yang tidak murni; mereka hanya mengaku bahwa mereka percaya akan kemampuan si penyeberang, tetapi tidak ada perbuatan yang mendukung pernyataan itu. Demikian juga dengan iman Kristen. Hanya mengetahui kebenaran dan mengaku percaya tidak cukup. Iman harus meresap ke dalam hati, sehingga hati kita benar-benar terarah kepada sasaran iman kita, yaitu Kristus sendiri. Iman semacam ini adalah murni dan hidup, dan iman yang hidup mau tidak mau akan nyata di dalam perbuatan.

Dr. Walter Martin menerangkan hubungan antara keselamatan dan pekerjaan baik dengan jelas. Jikalau kita perhatikan, Paulus dan Yakobus memakai Abraham sebagai contoh bahwa manusia dibenarkan oleh iman dan perbuatan. Paulus menulis,”Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.” (Rom. 4:2) Yakobus menulis,”Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?” (Yak. 2:21) Kedua kutipan ini tampak bertentangan; sepertinya Paulus mengatakan bahwa Abraham dibenarkan karena iman tanpa perbuatan, sedangkan Yakobus mengatakan bahwa Abraham dibenarkan karena perbuatannya. Tetapi, kalau kita perhatikan konteksnya seperti yang telah diuraikan di atas, maka semua kebingungan ini dapat diselesaikan. Dr. Martin menjelaskan bahwa Allah membenarkan Abraham ketika Ia melihat iman Abraham (Kej. 15:6; dikutip juga dalam Rom. 4:3 dan Yak. 2:23). Allah tidak perlu melihat perbuatan Abraham karena Ia menguji hati orang (I Sam. 16:7). Tetapi manusia tidak dapat melihat iman di dalam hati. Jikalau iman Abraham tidak nyata di dalam perbuatannya, maka tidak akan ada seorang pun yang akan dapat berkata dengan pasti bahwa Abraham sungguh-sungguh beriman. Tetapi iman Abraham adalah murni, sehingga ketika Allah menyuruhnya mempersembahkan Ishak, dia menurut dan tetap percaya akan janji Allah (Rom. 4:20-22). Inilah perbuatan imannya, hasil dari iman yang murni. Iman Abraham bukan hanya ada di kepala, tetapi juga meresap ke dalam hatinya, sehingga dia berbuat sesuai dengan imannya. Ketika kita melihat perbuatan ini, kita dapat dengan yakin mengakui bahwa Abraham sungguh mempunyai iman. Dengan kata lain, Abraham dibenarkan di hadapan manusia oleh perbuatannya (Yak. 2:21-22). Jadi, Abraham dibenarkan di hadapan Allah oleh imannya, dan di hadapan manusia oleh perbuatannya. Paulus dan Yakobus tidak berselisih ketika mereka mengajarkan bahwa Abraham dibenarkan oleh iman dan perbuatan.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa pembenaran dan keselamatan datang oleh iman saja. Tetapi iman yang murni akan selalu nyata melalui perbuatan. Seseorang mendapatkan keselamatan seketika ia mempunyai iman kepada Yesus Kristus. Walaupun dia tidak sempat untuk menyatakan buah perbuatan baik setelah dia beriman, dia masih tetap selamat. Buktinya, Yesus menerima penjahat yang disalib di sampingNya setelah penjahat itu memohon Yesus untuk mengingat dirinya, walaupun dia tidak sempat berbuat baik (Luk. 23:39-43). Hal ini bukan berarti kita dapat menyatakan diri beriman, lalu seenaknya berbuat jahat. Bahkan, hal itu tidak mungkin terjadi, sebab iman yang murni akan selalu disertai dengan perbuatan baik. Dan orang lain akan dapat melihat perbuatan itu jikalau kita mempunyai kesempatan untuk menunjukkannya. Jikalau seorang berkata bahwa ia beriman, sedangkan perbuatannya tidak mendukung ucapannya itu, maka dapat dipastikan bahwa imannya adalah iman yang mati, walaupun ia bersikeras bahwa ia mempunyai iman. Iman yang mati sama dengan tidak mempunyai iman sama sekali, dan tidak mempunyai iman berarti tidak ada keselamatan (Yak. 2:14). Memang, perbuatan tidak dibutuhkan untuk mendapatkan keselamatan. Tetapi orang yang sudah diselamatkan oleh iman kepada Yesus akan menghasilkan buah perbuatan baik, karena iman itu hidup dan aktif.

Sebagai penutup, simaklah sekali lagi tulisan dari Martin Luther. “Oh, it is a living, active, energetic, mighty thing, this faith, so that it is impossible that it should not work what is good without intermission. It does not even ask whether good works are to be done, but before one asks it has done them, and is ever doing. But he who does not do such works is a man without faith, is fumbling and looking about him for faith and good works, and knows neither the one nor the other yet chatters and babbles many words about both.”

Referensi
Lenski, Richard C. H. The Interpretation of the Epistle to the Hebrews and the Epistle of James. Minneapolis: Augsburg Publishing House, 1966.
Guthrie, Donald, Alec Motyer, Alan M. Stibbs and Donald J. Wiseman. The New Bible Commentary: Revised. Carmel: Guideposts, 1984.


Catatan: Saya tidak ingat kapan artikel ini saya tulis.

Kamis, Januari 08, 2009

KESELAMATAN - IMAN ATAU PERBUATAN ? - Bagian 1

Salah satu doktrin yang sering kali membingungkan orang Kristen adalah doktrin keselamatan. Orang sering kali bertanya,”Apakah kita sudah selamat hanya dengan beriman kepada Yesus, atau kita harus beriman dan juga melakukan hal-hal yang baik?” Dengan kata lain, apakah hadiah (karunia) keselamatan yang Allah sediakan bisa kita peroleh hanya dengan menerima hadiah itu, ataukah kita harus berbuat amal dulu baru dapat memperolehnya?

Orang-orang yang memegang satu pandangan atau yang lainnya memakai Alkitab untuk "mendukung" kepercayaan mereka. Mereka yang percaya bahwa keselamatan dapat diperoleh hanya dengan iman mereferensi tulisan Paulus di dalam surat Roma 3:21-31, Efesus 2:8-9, dll. Di sana Paulus mengajarkan,"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Ef. 2:8-9) Mereka yang mengatakan bahwa pekerjaan baik perlu untuk mendapatkan keselamatan mereferensi ajaran Yakobus 2:14-26, di mana tertulis,"Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yak. 2:17b)

Dari kedua argumen ini, tampaknya Paulus dan Yakobus mempunyai pandangan yang berbeda tentang jalan keselamatan. Paulus berkata bahwa keselamatan didapatkan dengan iman saja tanpa perbuatan, sedangkan Yakobus mengajarkan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Alkitab mengandung kontradiksi, dan membingungkan banyak orang. Artikel ini ditulis untuk menerangkan secara singkat doktrin keselamatan sehubungan dengan perbuatan. Lebih spesifik lagi, kita akan mempelajari Roma 3:21-31 dan Yakobus 2:14-26.

Di dalam menganalisa satu bagian Alkitab, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah konteks dari bagian itu. Jadi, di dalam kita mempelajari Roma 3:21-31 dan Yakobus 2:14-26, kita harus memperhatikan konteks dari kedua bagian ini. Pertama-tama, perhatikanlah konteks dari surat Roma. Di dalam pasal 1, 2 dan separuh dari pasal 3, Paulus “tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa...” (Rom. 3:9b) Kepada orang Kristen yang legalistik (mementingkan hukum Taurat di dalam mencapai keselamatan), Paulus berkata, “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat...” (Rom. 3:20a) Kemudian, di dalam ayat 21 sampai 31, Paulus mengajarkan “bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.” (Rom. 3:28) Ini menjadi ajaran Paulus di dalam surat­suratnya, termasuk dalam surat Efesus, di mana Paulus mengatakan bahwa manusia dibenarkan oleh iman saja dan bukan oleh perbuatan.

Hal yang penting untuk diperhatikan di sini adalah macam pekerjaan yang Paulus sedang bicarakan. Paulus sedang berbicara mengenai pekerjaan hukum Taurat, yang dilakukan untuk mendapatkan keselamatan. Dengan kata lain, Paulus mengajarkan bahwa keselamatan didapat oleh iman, bukan oleh melakukan hukum Taurat. Ajaran semacam ini ditujukan kepada orang-orang yang masih bersandar pada agama Yahudi, yang berusaha untuk mendapatkan keselamatan dengan jalan menuruti hukum Taurat (seperti orang Farisi, Saduki, dll). Orang-orang ini menolak iman kepada Yesus, dan berusaha untuk memperkenankan hati Allah dengan jalan menuruti hukum-hukumNya. Sayangnya, standar Allah terlalu tinggi bagi manusia, sehingga tidak ada seorang pun yang mampu menuruti hukum Allah tanpa pelanggaran (Rom. 2:17-29, 3:23). Sebaik apa pun juga seseorang, dia pasti tidak sempurna, karena manusia pada hakekatnya sudah bobrok akibat dosa. Oleh sebab itu, Allah membuka jalan keselamatan yang baru, yaitu melalui pengorbanan AnakNya, Yesus. Hanya dengan beriman kepada Yesus, manusia sekarang dapat memperkenankan hati Allah (I Yoh. 5:13), dan tindakan ini dapat dilakukan oleh siapa pun juga yang rela membuka hatinya. Oleh karena itulah, Paulus berkata bahwa keselamatan didapat dengan iman, bukan perbuatan. Kita semua bisa mendapatkan keselamatan hanya dengan membuka hati dan menerima Yesus. Perbuatan kita tidak akan pernah mencapai standar Allah yang maha kudus. Jikalau kita bersandar pada perbuatan kita untuk dibenarkan Allah, kita tidak akan pernah mendapatkan keselamatan.

Sekarang, mari kita mempelajari Yakobus 2:14-26. Surat ini ditulis untuk orang-orang yang sudah menerima keselamatan di dalam Yesus Kristus. Surat ini tidak mendiskusikan masalah doktrin seperti doktrin keselamatan dalam surat Paulus kepada Jemaat Roma, melainkan membicarakan kehidupan seorang Kristen sesudah ia diselamatkan. Ronald A. Ward menulis di dalam uraiannya (commentary) atas surat Yakobus dalam The New Bible Commentary: Revised, “We must first listen to our Lord and to His servant Paul, and then let His other servant James be a stimulus to hear and obey all that is already given in the Word.” Dengan kata lain, kita harus mendengar dulu ajaran Yesus dan Paulus (yang menyatakan jalan keselamatan), kemudian baru mendengar Yakobus (yang mengajarkan jalan kehidupan sesudah diselamatkan).


Bersambung ke bagian 2

Sabtu, Januari 03, 2009

PERGUMULAN DOSA

Mengenai masalah dosa dalam diri seorang Kristen, saya mungkin dapat bagikan sedikit dari pengalaman saya. Saya juga pernah merasakan sakit hati yang sangat mendalam, ketika saya menyadari bahwa setelah bertahun-tahun menjadi pengikut Kristus, saya masih saja berbuat hal-hal yang sangat nyata adalah dosa. Di dalam hati and pikiran, saya tahu apa yang benar and yang salah menurut Firman Tuhan, and saya juga sudah berkali-kali bertekad untuk melakukan yang benar and meninggalkan yang salah. Tetapi anehnya, banyak kali tekad itu tidak mampu saya penuhi, di mana saya masih saja melakukan apa yang saya tahu pasti tidak patut dilakukan. Pikiran dan hati saya tahu akan kebenaran, tetapi tidak kuasa untuk menjalankannya dalam hidup sehari-hari.

Lalu pada suatu hari, saya membaca surat Roma 7:7-25. Saya tertegun ketika membaca bahwa Rasul Paulus sendiri mempunyai pergumulan yang sama dengan saya (dan banyak orang Kristen). Di ayat 15 beliau berkata, "I do not understand what I do. For what I want to do I do not do, but what I hate I do." (versi NIV). Tidak ada ayat lain lagi yang lebih tepat melukiskan pergumulan saya dengan dosa selain ayat ini, dan ayat ini aslinya ditulis oleh Rasul Paulus sendiri. Hal ini menunjukkan pada saya bahwa semua orang Kristen, selama masih hidup di dunia, seberapa pun tinggi rohaninya, tidak luput dari tarikan dosa. Jikalau Paulus sendiri mengalami pergumulan ini, apalagi kita yang hanya awam?

Rasul Paulus tidak hanya menulis tentang pergumulannya, tetapi juga menyatakan penyebabnya. "So I find this law at work: When I want to do good, evil is right there with me. For in my inner being I delight in God's law; but I see another law at work in the members of my body, waging war against the law of my mind and making me a prisoner of the law of sin at work within my members" (vv 21-23). Seorang Kristen yang sudah ditebus dengan darah Kristus masih merupakan seorang manusia biasa. Kita sudah dinyatakan benar oleh Allah, tetapi nature kita masihlah manusia yang sudah jatuh dun rusak. Oleh sebab itu, selama kita masih di dunia, kita pasti akan terus ditarik kepada dosa. Tarikan dosa dan nature baru kita dalam Kristus adalah 2 kekuatan yang bertolak belakang, yang merupakan peperangan di dalam diri kita. Suka atau tidak suka, this is a fact of life!

Rasul Paulus jugu memberikan solusi, yaitu "What a wretched man I am! Who will rescue me from this body of death? Thanks be to God - through Jesus Christ our Lord!" (vv 24-25). Membaca ayat ini adalah penghiburan bagi saya. Saya sendiri tidak akan mampu menghadapi peperangan dalam diri saya. Dengan kekuatan saya sendiri, saya akan menjadi tambah bingung, frustrasi, dan kecewa. Jalan keluar tidak terletak pada diri saya, tetapi pada Kristus Yesus. Melalui karyaNya di Golgota dun iman kita kepadaNya, kita tahu jiwa kita terjamin keselamatannya; melalui kebangkitan dan kehidupanNya sekarang, kita tahu bahwa Dia akan melindungi kita dun memberikan kekuatan bagi kita untuk tetap berjalan denganNya dan menang atas segala cobaan.

Jadi, orang Kristen pasti akan terus berperang melawan dosa dalam dirinya, dan dapat jatuh. Tetapi kita juga dapat hidup berkemenangan dengan kuat kuasa Yesus Kristus.

Semoga semua ini dapat membantu. Terima kasih.


Catatan: Tidak tercatat kapan artikel ini saya tulis, namun pernah ditayangkan di FICA Network pada Maret 1992.